selamat siang sahabat Blogger dimana pun berada,hari ini blogger perbatasan baru bisa posting lagi nih,udah beberapa bulan ngak di buka ternyata Hari ini blogger perbatasan mendapat ilham nih,pada saat blogger perbatasan iseng aja buka di mbah gogle ternyata blogger melihat postingan yang sangat bagus,dan unik karna mungkin dari sekian postingan yang posting tidak menyentuh hati blogger perbatasan,ehmmmm dari pada blogger perbatasan hanya ngomel aja mendingan pembaca lihat aja sendiri hasil pencarian dari blogger perbatatasan tentang mantan presiden RI yang tak pernah tercatata
Tau gak sih ada mantan Presiden Indonesia yang tak pernah tercatat
sebagai presiden Indonesia. Ya mereka bukan presiden yang kala itu
Indonesia bukan bernama Indonesia. Indonesia bernama lain. Negara
Indonesia pernah mengalami pergantian sistem pemerintahan. Dari kesatuan
berubah menjadi serikat dan berubah kembali menjadi kesatuan hingga
kini. Demikian juga dengan pemimpinnya atau presidennya. Selama 65 tahun
berdiri sebagai Negara, telah terjadi berkali-kali pergantian pemimpin
di Indonesia. Mulai dari ir. Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono
sekarang.
Sebagai penjabat presiden, umumnya orang Indonesia hanya mengenal
Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno
Putrie dan Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal masih ada dua lagi presiden
Indonesia dan jarang sekali disebut. Yakni Syafrudin Prawiranegara dan
Mr. Asaat.
Dua orang ini pernah menjabat sementara ketika eranya Soekarno.
Syafrudin Prawiranegara
Syafrudin Prawiranegara menjabat Presiden/ketua PDRI (Pemerintahan
DaruratRepublik Indonesia) ketikaSoekarno dan M. Hatta ditawan Belanda
dan ketika ibukota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Agar pemerintahan
tetap eksis dan berjalan, akhirnya dibentuklah PDRI dengan Syafrudin
Prawiranegara sebagai penjabat presiden.Syafrudin menjabat Presiden
Indonesia Darurat sejak 19 Desember 1948.
Mr. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara
(lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911 s/d meninggal di Jakarta, 15
Februari 1989 pada umur 77 tahun) adalah pejuang pada masa kemerdekaan
Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI
(Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik
Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer
Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.
Mr.Assaat
Lahir di sebuah kampung bernama Kubang Putih Banuhampu, pada tanggal 18
September 1904. Memasuki sekolah agama “Adabiah” dan MULO Padang,
selanjutnya ke STOVIA Jakarta. Karena jiwanya tidak terpanggil menjadi
seorang dokter, ditinggalkannya STOVIA dan melanjutkan ke AMS (SMU
sekarang). Dari AMS Assaat melajutkan studinya ke Rechts Hoge School
(Sekolah Hakim Tinggi) juga di Jakarta.
Ketika menjadi studen RHS inilah, beliau memulai berkecimpung dalam
gerakan kebangsaan, ialah gerakan pemuda dan politik. Masa saat itu
Assaat giat dalam organisasi pemuda “Jong Sumatranen Bond”.
Karir politiknya makin menanjak lalu berhasil menduduki kursi anggota
Pengurus Besar dari “Perhimpunan Pemuda Indonesia”. Ketika Perhimpunan
Pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam “Indonesia Muda”, ia terpilih
mejadi Bendahara Komisaris Besar ” Indonesia Muda”. Dalam kedudukannya
menjadi studen (mahasiswa), Assaat memasuki pula gerakan politik “Partai
Indonesia” disingkat Partindo. Dalam partai ini, Assaat bergabung
dengan pemimpin Partindo seperti : Adnan Kapau Gani, Adam Malik, Amir
Syarifuddin dan lain-lainnya.
Kegiatannya di bidang politik pergerakan kebangsaan, akhirnya tercium
oleh profesornya dan pihak Belanda, sehingga dia tidak diluluskan
walaupun setelah beberapa kali mengikuti ujian akhir. Tersinggung atas
perlakuan demikian, gelora pemudanya makin bergejolak, dia putuskan
meninggalkan Indonesia pergi ke negeri Belanda. Di Nederland dia
memperoleh gelar “Meester in de rechten” (Sarjana Hukum). Sekitar tahun
1946-1949, di Jalan Malioboro Yogyakarta sering terlihat seorang
berbadan kurus semampai berpakaian sederhana sesuai dengan irama
revolusi.
Terkadang ia berjalan kaki, kalau tidak bersepeda menelusuri Malioboro
menuju ke kantor KNIP tempatnya bertugas. Orang ini tidak lain adalah
Mr. Assaat, yang selalu menunjukkan sikap sederhana berwajah cerah
dibalik kulitnya kehitam-hitaman. Walaupun usianya saat itu baru 40
tahun, terlihat rambutnya mulai memutih. Kepalanya tidak pernah lepas
dari peci beludru hitam. Mungkin generasi sekarang yang berumur 30
sampai 35 tahun, kurang atau sedikit sekali mengenal perjuangan Mr.
Assaat sebagai salah seorang patriot demokrat yang tidak kecil andilnya
bagi menegakkan serta mempertahankan Republik Indonesia.
Assaat adalah seorang yang setia memikul tanggung jawab, baik selama
revolusi berlangsung hingga pada tahap akhir penyelesaian revolusi. Pada
masa-masa kritis itu, Assaat tetap memperlihatkan dedikasi yang luar
biasa. Ia tetap berdiri pada posnya di KNIP, tanpa mengenal pamrih dan
patah semangat. Sejak ia terpilih menjadi ketua KNIP, jabatan ini tidak
pernah terlepas dari tangannya. Sampai kepadanya diserahkan tugas
sebagai Acting (Pejabat) Presiden RI di kota perjuangan di Yogyakarta.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dan Badan Pekerjanya selama revolusi sedang berkobar telah dua
kali mengadakah hijrah. Pertama di Jakarta, dengan tempat bersidang di
bekas Gedung Komidi di Pasat baru dan di gedung Palang Merah Indonesia
di Kramat. Karena perjuangan bertambah hangat, demi kelanjutan Revolusi
Indonesia, sekitar tahun 1945 dipindahkan ke Yogyakarta.
Kemudian pada tahun itu juga KNIP dan Badan Pekerja, pindah ke
Purwokerto, Jawa Tengah. Ketika situasi Purwokerto dianggap “kurang
aman” untuk kedua kalinya KNIP hijrah ke Yogyakarta. Pada saat inilah
Mr. Assaat sebagai anggota sekretariatnya. Tidak lama berselang dia
ditunjuk menjadi ketua KNIP beserta Badan Pekerjanya.
diposting kembali oleh
bloggerperbatasan.blogspot.com
sumber:unikbaca.blogspot.com