Posted on 16 Februari 2010 by stkip melawi
KONSEP METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
- Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik, dan Strategi
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.
Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa
dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada
guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (
direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran
discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode.
Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran.
Teknik
adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan
suatu metode. Misalnya, cara yang bagaimana yang harus dilakukan agar
metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif dan efisien? Dengan
demikian sebelum seorang melakukan proses ceramah sebaiknya
memperhatikan kondisi dan situasi.
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didisain untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.(J.R. David dalam Sanjaya, 2008:126).
Selanjutnya dijelaskan strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp dalam
Sanjaya, 2008:126).
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna
yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan
sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi
aktivitas pengajaran (Ahmad Rohani, 2004 : 32). Sementara itu, Joyce dan
Weil lebih senang
memakai istilah model-model mengajar daripada menggunakan strategi pengajaran (Joyce dan Weil dalam Rohani, 2004:33).
Nana Sudjana menjelaskan bahwa
strategi mengajar (pengajaran)
adalah “taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik)
mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien (Nana
Sudjana dalam Rohani,
2004:34). Jadi menurut Nana Sudjana, strategi mengajar/pengajaran ada
pada pelaksanaan, sebagai tindakan nyata atau perbuatan guru itu
sendiri pada saat mengajar berdasarkan pada rambu-rambu dalam satuan
pelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi
pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan
teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan
kata lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada
metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran
merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Dari metode, teknik
pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas
saat pembelajaran berlangsung.
- Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia
1) Pendekatan Whole Language
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa
yang menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak
terpisah-pisah. (Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer,
1992, dalam Santosa, 2004).
Para ahli
whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan
satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg, 1991). Oleh
karena itu, pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa
seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan
dalam situasi nyata atau otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda
baca, umpamanya, diajarkan sehubungan dengan pembelajaran keterampilan
menulis. Demikian juga pembelajaran membaca dapat diajarkan bersamaan
dengan pembelajaran berbicara, pembelajaran sastra dapat disajikan
bersamaan dengan pembelajaran membaca dan menulis ataupun berbicara.
Selain itu, dalam pendekatan
whole language, pembelajaran
bahasa dapat juga disajikan sekaligus dengan materi pelajaran lain,
umpamanya bahasa-matematika, bahasa-IPS, bahasa-sains, bahasa-agama.
Ciri-ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas
whole language :
a. Kelas yang menerapkan
whole language penuh dengan barang cetakan, misalnya: poster hasil kerja siswa dan karya tulis siswa menghiasi dinding kelas.
b. Siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa
bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan
berbicara.
c. Siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya.
d. Siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas
whole language hanya sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh guru.
e. Siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Dalam hal ini interaksi guru adalah multiarah.
f. Siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen. Guru tidak
mengharapkan kesempurnaan, yang penting adalah respon atau jawaban yang
diberikan siswa dapat diterima.
g. Siswa mendapat balikan
(feed back) positif baik dari
guru maupun temannya. Konferensi antara guru dan siswa memberi
kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat
perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya
mendapatkan respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan
rasa percaya diri.
Penilaian dalam Kelas Whole Language
Dalam kelas
whole language guru senantiasa memperhatikan
kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru memberikan penilaian pada siswa
selama proses pembelajaran berlangsung, guru memperhatikan siswa
menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok maupun
diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan
guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga memberikan penilaian
saat siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian, penilaian juga
berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi. Selain itu,
penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio.
2) Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa secara natural pikiran
mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang
melalui pencarian hubungan masuk akal dan bermanfaat. Melalui pemaduan
materi yang dipelajari dengan pengalaman keseharian, siswa akan
menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam. Siswa akan mampu
menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru yang
belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman dan
pengetahuannya. Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya yang
akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memadukan materi
pelajaran yang telah diterimanya di sekolah.
Nathan Gage in Brown mendefinisikan pengajaran sebagai berikut, “
Teaching is guiding and facilitating learning, enabling the learner to learn, setting the conditions for learning,” (H.
Douglas Brown, 1994:7). Mengajar berarti memandu dan memfasilitasi
belajar memungkinkan pemelajar untuk belajar, menciptakan kondisi
belajar. Definisi di atas menunjukkan bahwa pengajaran tidak dapat
dipisahkan dari pembelajaran. Pengajaran merupakan kegiatan yang
diciptakan oleh guru untuk memfasilitasi siswa dalam proses
pembelajaran. Pengajaran merupakan kegiatan yang sangat memerlukan
keterlibatan siswa. Demikian juga dengan pendekatan kontekstual yang
berpusat pada siswa.
Kontekstual adalah kaidah yang dibentuk berazaskan maksud kontekstual
itu sendiri. Kontekstual seharusnya mampu membawa pelajar ke
pemelajaran isi dan konsep yang berkenaan atau relevan bagi mereka, dan
juga memberi makna dalam kehidupan seharian mereka. Jadi, pemelajaran
kontekstual merupakan satu konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang
membantu guru mengaitkan bahan subjek yang dipelajari dengan situasi
dunia sebenarnya dan memotivasikan pemelajar untuk membuat hubungan
antara pengetahuan dengan aplikasinya dalam kehidupan harian mereka
sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja.
Dalam pendekatan kontekstual, ada delapan komponen yang harus
ditempuh, yaitu: 1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, 2)
melakukan pekerjaan yang berarti, 3) melakukan pembelajaran yang diatur
sendiri, 4) bekerja sama, 5) berpikir kritis dan kreatif, 6) membantu
individu untuk tumbuh dan berkembang, 7) mencapai standar yang tinggi, 8
) menggunakan penilaian autentik (Elaine B. Johnson, 2007:65-66).
Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pendekatan
kontekstual adalah mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan materi
yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa secara
bersama-sama membentuk suatu sistem yang memungkinkan mereka melihat
makna di dalamnya.
Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam mata pelajaran apa
saja. Tidak terkecuali dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut
konsep CTL, “Belajar akan lebih bermakna jika anak didik ‘
mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘
mengetahui’ apa
yang dipelajarinya”. Pembelajaran yang berorientasi pada target
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka
pendek, tetapi gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan
dalam kehidupan jangka panjang (Hernowo, 2005:61).
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan CTL:
a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (
activing knowledge).
Artinya, apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa
adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (
acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif. Artinya,
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian
memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (
understanding knowledge) berarti pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (
applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
e. Melakukan refleksi (
reflecting knowledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
3) Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk
membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga
mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan
berbahasa (mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan
menghargai saling ketergantungan bahasa.
Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2 kegiatan yang
saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif
fungsional (
functional communication activies) dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi sosial (
social interaction activies).
Kegiatan komunikatif fungsional terdiri atas 4 hal, yakni: a) mengolah
informasi; b) berbagi dan mengolah informasi; c) berbagi informasi
dengan kerja sama terbatas; dan d) berbagi informasi dengan kerja sama
tak terbatas. Kegiatan interaksi sosial terdiri atas 6 hal, yakni: a)
improvisasi lakon-lakon pendek yang lucu; b) aneka simulasi; c) dialog
dan bermain peran; d) sidang-sidang konversasi; e) diskusi; dan f)
berdebat.
Ada delapan aspek yang berkaitan erat dengan pendekatan komunikatif
(David Nunan, 1989, dalam Solchan T.W., dkk. 2001:66), yaitu:
a. Teori Bahasa Pendekatan Komunikatif berdasarkan teori bahasa
menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa adalah suatu sistem untuk
mengekspresikan makna, yang menekankan pada dimensi semantik dan
komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, yang
perlu ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan
pengetahuan tentang bahasa.
b. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
c. Tujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi komunikatif).
d. Silabus harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran dan
tujuan yang dirumuskan dan materi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan
siswa.
e. Tipe kegiatan tukar menukar informasi, negosiasi makna atau kegiatan lain yang bersifat riil.
f. Peran guru fasilitator proses komunikasi, partisipan tugas dan
tes, penganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer proses belajar.
g. Peran siswa pemberi dan penerima, sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk bahasa, tapi juga bentuk dan maknanya.
h. Peranan materi pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata.
Prosedur-prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif
lebih bersifat evolusioner daripada revolusioner. Adapun garis kegiatan
pembelajaran yang ditawarkan mereka adalah: penyajian dialog singkat,
pelatihan lisan dialog yang disajikan, penyajian tanya jawab, penelaah
dan pengkajian, penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas
produksi lisan, pemberian tugas, pelaksanaan evaluasi.
4) Pendekatan Integratif
Pendekatan Integratif dapat dimaknakan sebagai pendekatan yang
menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi
menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi
artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya,
mendengarkan diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis
diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Materi kebahasaan
diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Integratif antarbidang studi
merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya,
bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi
lebih banyak digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara
langsung menyodorkan materi kalimat ke siswa tetapi diawali dengan
membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan,
guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan
siswa tidak merasakan perpindahan materi.
Integratif sangat diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang
perlu dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru
merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik.
2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia
1) Metode Audiolingual
Metode audiolingual sangat mengutamakan
drill (pengulangan).
Metode itu muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam
belajar bahasa target. Padahal untuk kepentingan tertentu, perlu
penguasaan bahasa dengan cepat. Dalam audiolingual yang berdasarkan
pendekatan struktural itu, bahasa yang diajarkan dicurahkan pada lafal
kata, dan pelatihan pola-pola kalimat berkali-kali secara intensif. Guru
meminta siswa untuk mengulang-ulang sampai tidak ada kesalahan.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan adalah (a) penyajian dialog
atau teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa menyimak
tanpa melihat teks yang dibaca, (b) peniruan dan penghafalan teks itu
setiap kalimat secara serentak dan siswa menghafalkannya, (c) penyajian
kalimat dilatihkan dengan pengulangan, (d) dramatisasi dialog atau teks
yang dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas, dan (e)
pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.
2) Metode Komunikatif
Desain yang bermuatan komunikatif harus mencakup semua keterampilan
berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap
pembelajaran dispesifikkan ke dalam tujuan konkret yang merupakan produk
akhir. Sebuah produk di sini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang
dapat dipahami, ditulis, diutarakan, atau disajikan ke dalam
nonlinguistis. Sepucuk surat adalah sebuah produk. Demikian pula sebuah
perintah, pesan, laporan, atau peta, juga merupakan produk yang dapat
dilihat dan diamati. Dengan begitu, produk-produk tersebut dihasilkan
melalui penyelesaian tugas yang berhasil.
Contohnya menyampaikan pesan kepada orang lain yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Tujuan itu dapat dipecah menjadi (a) memahami
pesan, (b) mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, (c)
mengajukan pertanyaan untuk memperoleh lebih banyak informasi, (d)
membuat catatan, (e) menyusun catatan secara logis, dan (f) menyampaikan
pesan secara lisan. Dengan begitu, untuk materi bahasan penyampaian
pesan saja, aktivitas komunikasi dapat terbangun secara menarik,
mendalam, dan membuat siswa lebih intensif.
3) Metode Produktif
Metode produktif diarahkan pada berbicara dan menulis. Siswa harus
banyak berbicara atau menuangkan gagasannya. Dengan menggunakan metode
produktif diharapkan siswa dapat menuangkan gagasan yang terdapat dalam
pikirannya ke dalam keterampilan berbicara dan menulis secara runtun.
Semua gagasan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa yang
komunikatif. Yang dimaksud dengan komunikatif di sini adalah adanya
respon dari lawan bicara. Bila kita berbicara lawan bicara kita adalah
pendengar, bila kita menulis lawan bicara kita adalah pembaca.
4) Metode Langsung
Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah
belajar yang langsung menggunakan bahasa secara intensif dalam
komunikasi. Tujuan metode langsung adalah penggunaan bahasa secara lisan
agar siswa dapat berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa
Indonesia di masyarakat. Siswa diberi latihan-latihan untuk
mengasosiasikan kalimat dengan artinya melalui demonstrasi, peragaan,
gerakan, serta mimik secara langsung.
5) Metode Partisipatori
Metode pembelajaran partisipatori lebih menekankan keterlibatan siswa
secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar.
Siswa didudukkan sebagai subjek belajar. Dengan berpartisipasi aktif,
siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu
atau fasilitator.
Dalam metode partisipatori siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai
subjek. Namun, bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif
dalam memfasilitasi belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding,
dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh dengan
motivasi, pandai berperan sebagai moderator dan kreatif. Konteks siswa
menjadi tumpuan utama.
6) Metode Membaca
Metode membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks
bacaan yang diperlukan dalam belajar siswa. Berikut langkah-langkah
metode membaca:
(1) pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar dari guru ke
siswa. Hal ini diberikan dengan definisi dan contoh ke dalam kalimat
(2) Penyajian bacaan di kelas. Bacaan dibaca dengan diam selama 10-15
menit (untuk mempercepat waktu, bacaan dapat diberikan sehari
sebelumnya)
(3) Diskusi isi bacaan dapat melalui tanya jawab
(4) Pembicaraan tata bahasa dilakukan dengan singkat. Hal itu dilakukan jika dipandang perlu oleh guru
(5) Pembicaraan kosakata yang relevan
(6) Pemberian tugas seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan)
atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya
yang berkaitan dengan isi bacaan.
7) Metode Tematik
Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran
diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang
perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah
dan disajikan secara kontekstualitas, kontemporer, konkret, dan
konseptual.
Tema yang telah ditentukan haruslah diolah dengan perkembangan
lingkungan siswa yang terjadi saat ini. Begitu pula isi tema disajikan
secara kontemporer sehingga siswa senang. Apa yang terjadi sekarang di
lingkungan siswa juga harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Tema
tidak disajikan secara abstrak tetapi diberikan secara konkret. Semua
siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang
dipunyainya. Konsep-konsep dasar tidak terlepas. Siswa berangkat dari
konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan, penggunaan,
dan pemahaman.
8 ) Metode Kuantum
Quantum Learning (QL) merupakan metode pendekatan belajar
yang bertumpu dari metode Freire dan Lozanov. QL mengutamakan kecepatan
belajar dengan cara partisipatori peserta didik dalam melihat potensi
diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar mengacu pada otak kanan
dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Menurut QL bahwa proses belajar
mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatu dapat berarti
setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi, serta sejauh mana guru
mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran maka sejauh
itulah proses belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan
kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu,
pembelajar dapat mememori, membaca, menulis, dan membuat peta pikiran
dengan cepat.
9) Metode Diskusi
Diskusi adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok.
Setiap anggota kelompok saling bertukar ide tentang suatu isu dengan
tujuan untuk memecahkan suatu masalah,menjawab suatu pertanyaan,
menambah pengetahuan atau pemahaman, atau membuat suatu keputusan.
Apabila proses diskusi melibatkan seluruh anggota kelas, pembelajaran
dapat terjadi secara langsung dan bersifat
student centered (berpusat pada siswa).
Dikatakan pembelajaran langsung karena guru menentukan tujuan yang
harus dicapai melalui diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta
menentukan fokus dan keberhasilan pembelajaran. Dikatakan berpusat
kepada siswa karena sebagian besar
input pembelajaran berasal dari siswa, mereka belajar secara aktif dan
meningkatkan belajar, serta mereka dapat menemukan hasil diskusi mereka.
10) Metode Kerja Kelompok Kecil (Small-Group Work)
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kecil merupakan metode yang
banyak dianjurkan oleh para pendidik. Metode ini dapat dilakukan untuk
mengajarkan materi-materi khusus. Kerja kelompok kecil merupakan metode
pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Siswa dituntut untuk memperoleh
pengetahunan sendiri melalui bekerja secara bersama-sama. Tugas guru
hanyalah memonitor apa yang dikerjakan siswa. Yang ingin diperolah
melalui kerja kelompok adalah kemampuan interaksi sosial, atau kemampuan
akademik atau mungkin juga keduanya.
3. Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
1) Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Pembelajaran langsung adalah istilah yang sering digunakan untuk teknik pembelajaran
ekspositoris, atau teknik penyampaian semacam kuliah (sering juga digunakan istilah “
chalck and talk”). Strategi pembelajaran langsung merupakan bentuk dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (
teacher centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam staretgi ini guru memegang peran yang
sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi
pembelajaran secara terstruktur. Diharapkan apa yang disampaikan itu
dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah
kemampuan akademik (
academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah dan demonstrasi merupakan bentuk-bentuk strategi pembelajaran langsung.
2) Strategi Pembelajaran Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses kerja sama dalam suatu kelompok yang biasa
terdiri atas 3 sampai 5 orang siswa untuk mempelajari suatu materi
akademik yang spesifik sampai tuntas.
Strategi pembelajaran
Cooperative Learning mulai populer akhir-akhir ini. Melalui
Cooperative Learning siswa
didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan
kelompoknya. Kerja sama di sini dimaksudkan setiap anggota kelompok
harus saling bantu. Yang cepat harus membantu yang lambat karena
penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan
individu adalah kegagalan kelompok, dan sebaliknya keberhasilan individu
adalah keberhasilan kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota harus
memiliki tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.
Beberapa penulis seperti Slavin, Johnson, & Johnson, mengatakan
ada komponen yang sangat penting dalam strategi pembelajaran
cooperative yaitu kooperatif dalam mengerjakan tugas-tugas dan kooperatif dalam memberikan dorongan atau motivasi.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui
kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif
sosial, perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi
kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan
kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling
membantu. Dengan demikian keberhasilan setiap indivindu pada dasarnya
adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap
anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan
saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota
kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi
keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, karena
setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya
interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa
untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya
bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi
untuk menambah pengetahuan kognitifnya.
3) Strategi Pembelajaran Problem Solving
Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan
masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah
adalah mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan
memecahkan soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran
pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu siswa agar memahami dan
menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan
masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada kedudukan
pemecahan masalah itu. Mengajar memecahkan masalah berarti pemecahan
masalah itu sebagai isi atau
content dari pelajaran, sedangkan
pemecahan masalah adalah sebagai suatu strategi. Jadi, kedudukan
pemecahan masalah hanya sebagai suatu alat saja untuk memahami materi
pembelajaran.
Ada beberapa ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah,
pertama, siswa bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kecil;
kedua,
pembelajaran ditekankan kepada materi pelajaran yang mendukung
persoalan-persoalan untuk dipecahkan dan lebih disukai persoalan yang
banyak kemungkinan cara pemecahanya;
ketiga, siswa menggunakan banyak pendekatan dalam belajar;
keempat, hasil dari pemecahan masalah adalah tukar pendapat (
sharing) di antara semua siswa.
4) Strategi Mengulang
Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekedar membaca ulang
materi tertentu untuk menghafal saja. Contoh lain dari strategi
sederhana adalah menghafal nomor telepon, arah tempat, waktu tertentu,
daftar belanjaan, dan sebagainya. Memori yang sudah ada di pikiran
dimunculkan kembali untuk kepentingan jangka pendek, seketika, dan
sederhana.
Penyerapan bahan belajar yang lebih kompleks memerlukan strategi
mengulang kompleks. Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan
pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima
merupakan bagian dari mengulang kompleks. Strategi tersebut tentunya
perlu diajarkan ke siswa agar terbiasa dengan cara demikian.
5) Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga
informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi,
pengkodean lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian.
Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori di
otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan
hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada.
Beberapa bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi,
dan PQ4R. Pembuatan catatan adalah strategi belajar yang menggabungkan
antara informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang
didapat melalui proses mencatat. Dengan mencatat, siswa dapat menuangkan
ide baru dari percampuran dua informasi itu. Analogi merupakan cara
belajar dengan pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan
antara ciri pokok benda atau ide, misalnya otak kiri mirip dengan
komputer yang menerima dan menyimpan informasi. P4QR merupakan strategi
yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. P4QR
singkatan dar Preview (membaca selintas dengan cepat), Question
(bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite, dan review atau
membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara
menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang
terbukti efektif dalam membantu siswa menghafal informasi bacaan.
6) Strategi Organisasi
Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan
bahan-bahan baru dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi
organisasi terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi
subset yang lebih kecil. Strategi tersebut juga berperan sebagai
pengindentifikasian ide-ide atau fakta kunci dari sekumpulan informasi
yang lebih besar.
Bentuk strategi organisasi adalah Outlining, yakni membuat garis
besar. Siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan
beberapa ide utama. Mapping, yang lebih dikenal dengan pemetaan konsep,
dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining. Mnemonics membentuk
kategori khusus dan secara teknis dapat diklasifikasikan sebagai satu
strategi, elaborasi atau organisasi. Mnemonics membantu dengan membentuk
asosiasi yang secara alamiah tidak ada yang membantu mengorganisasikan
informasi menjadi memori kerja. Strategi Mnemonics terdiri atas
pemotongan, akronim, dan kata berkait.
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
A. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia
1. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Mendengarkan di SD
Belajar berbahasa dimulai dengan mendengarkan, coba perhatikan
bagaimana anak kecil belajar bahasa ibunya. Mula-mula yang bersangkutan
banyak mendengar rangkaian bunyi bahasa. Bunyi bahasa itu dikaitkan
dengan makna. Setelah banyak mendengarkan ia mulai meniru ucapan-ucapan
yang pernah didengarnya dan kemudian mencoba menerapkannya dalam
pembicaraan. Proses mendengarkan, mengartikan makna, dan mempraktikkan
bunyi bahasa itu dilakukannya berulang-ulang sampai akhirnya yang
bersangkutan lancer berbicara.
Melalui proses mendengarkan, orang dapat menguasai pengucapan fonem,
kosakata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata, dan kalimat ini
sangat membantu yang bersangkutan dalam kegiatan berbicara, membaca, dan
menulis. Petunjuk-petunjuk dalam belajar berbicara, membaca, atau
menulis selalu disampaikan melalui bahasa lisan. Ini berarti bahwa
keterampilan mendengarkan memang benar-benar menunjang keterampilan
berbicara, membaca, dan menulis.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran
mendengarkan siswa
diharapkan mampu: mendengarkan dongeng, wacana lisan tentang deskripsi
benda, teks pendek, puisi anak lisan, pesan pendek, cerita anak, cerita
teks drama, petunjuk denah, pengumuman, pembacaan pantun, narasumber,
cerita rakyat, cerpen anak, dan berita (Permendiknas No. 22 th. 2006
tentang Standar Isi, 319-330).
Guru bahasa Indonesia di SD harus berupaya agar pengajaran
mendengarkan disenangi oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru
benar-benar menguasai materi dan cara atau metode pengajaran
mendengarkan. Khusus dalam metode pengajaran mendengarkan tersebut guru
harus mengenal, memahami, menghayati, serta dapat mempraktikkan berbagai
cara pengajaran mendengarkan. Metode pengajaran mendengarkan yang dapat
diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Audiolingual;
b. Metode Komunikatif;
c. Metode Integratif.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran mendengarkan yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Mendengarkan Cerita
Tujuan: Siswa dapat memaknai dengan cermat, cepat, dan tepat
tentang cerita yang didengarnya. Siswa mendengarkan cerita yang diputar
atau dilisankan.
Alat yang digunakan: Kaset cerita dan tape recorder. (Kegiatan teknik pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara persorangan maupun kelompok)
Cara pelaksanaan: (1) guru memberikan pengantar singkat
tentang pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (2) putarkanlah kaset
cerita yang cocok dengan siswa, (3) siswa mendengarkan cerita yang
diputar tersebut, (4) siswa secara berkelompok mengidentifikasikan
cerita berdasarkan tempat, pelaku (siapa dengan siapa), waktu, tentang
apa, mengapa, bagaimana, dan bermakna apa, (5) siswa mendiskusikan hasil
identifikasi ke dalam kelompok, (6) siswa melaporkan hasil diskusi
tersebut di depan kelas dan kelompok lain memberikan penilaian, (7)
siswa menyimpulkan dan merefleksi pembelajaran yang mereka lakukan pada
hari itu.
b) Mendengarkan Berantai
Tujuan: Siswa dapat memahami informasi yang dibisikkan oleh
temannya dengan cermat, cepat, dan tepat. Siswa mendengarkan informasi
yang disampaikan teman kemudian menyampaikan informasi yang didengar ke
teman sebelahnya secara berantai dalam kelompok.
Alat yang digunakan: Catatan informasi singkat, panjang, dan
tidak beraturan (ada tiga catatan informasi yang direkayasa). (Kegiatan
teknik pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara kelompok)
Cara pelaksanaan: (1) guru memberikan pengantar singkat
tentang pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (2) siswa dibagi ke
dalam beberapa kelompok dengan anggota per kelompok sama jumlahnya, (3)
siswa dalam kelompok diatur dengan berjajar ke samping atau ke belakang,
(4) setelah posisi siswa sesuai dengan yang diharapkan, guru memanggil
siswa yang paling depan atau paling kanan/kiri untuk membaca catatan
informasi yang ditunjukkan guru secara rahasia, (5) siswa yang menerima
informasi tersebut secara cepat membisikkan informasi ke teman
belakangnya atau sampingnya (berdasarkan posisi kelompok), (6) secara
berantai siswa membisikkan ke teman berikutnya secara bergantian, (7)
siswa yang paling belakang mengucapkan dengan keras informasi yang
diterimanya dari teman depannya, (8) siswa depan mencocokkan dengan
informasi yang asli (9) berikutnya, guru dapat mengulang dengan
informasi yang berjenis-jenis (beberapa informasi) ke dalam satu
kelompok secara bertahap, (10) siswa menyimpulkan tentang kegiatan yang
baru mereka laksanakan dan merefleksi pembelajaran yang mereka lakukan
pada hari itu.
2. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Berbicara di SD
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai
kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Dialog dalam lingkungan
keluarga antara anak dan orang tua, antara ayah dan ibu antara
anak-anak, menuntut keterampilan berbicara. Di luar lingkungan keluarga
juga terjadi percakapan, diskusi, di antara teman dengan teman, tetangga
dengan tetangga, kawan sepermainan, rekan sekerja, teman satu sekolah,
dan sebagainya. Dari semua situasi di atas dituntut keterampilan
berbicara setiap individu yang ikut berpartisipasi. Sebagai anggota
masyarakat setiap individu dituntut terampil berkomunikasi. Terampil
menyatakan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan pikiran. Juga individu
itu terampil pula menangkap informasi yang diterimanya. Kesimpulannya
setiap individu harus terampil menyampaikan informasi dan terampil pula
menerima informasi.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran
berbicara siswa
diharapkan mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara
lisan dengan: perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota
tubuh, deklamasi, gambar, percakapan sederhana, dongeng, kegiatan
bertanya, bercerita, mendeskripsikan benda, memberikan tanggapan/saran,
bertelepon, mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah, petunjuk
penggunaan suatu alat, berbalas pantun, menceritakan hasil pengamatan,
berwawancara, diskusi, bermain drama, berpidato, melaporkan isi buku,
dan baca puisi (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi,
319-330).
Pengajaran berbicara di SD harus dilaksanakan sebaik-baiknya melalui
materi pokok yang ada. Karena itu guru bahasa Indonesia di SD harus
mengenal, mengetahui, menghayati dan dapat menerapkan berbagai metode,
teknik atau cara mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran
berbicara menarik, merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat
belajar berbicara bagi siswa. Metode pengajaran berbicara yang dapat
diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Audiolingual;
b. Metode Produktif;
c. Metode Langsung;
d. Metode Komunikatif;
e. Metode Integratif;
f. Metode Partisipatori.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Bermain Peran
Tujuan: Siswa dapat memerankan tokoh tertentu dengan ucapan
yang tepat. Siswa menirukan gaya tokoh yang diidentifikasikan dengan
ucapan yang mirip atau sama.
Alat yang diperlukan: Lembar folio kosong. (Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat
tentang kegiatan hari itu, (2) siswa membagi diri ke dalam kelompok, (3)
siswa mengidentifikasikan tokoh yang akan diperankan, (4) siswa
memerankan tokoh di depan kelompok lain, (5) kelompok lain memberi
komentar tentang peran dari anggota kelompok lain, (6) guru
merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
b) Cerita Berangkai
Tujuan: Siswa dapat melanjutkan cerita yang disampaikan
temannya dengan tepat dan dalam lingkup topik yang sama. Satu kelompok
(5 orang) berdiri di depan kelas kemudian bercerita tentang topik
tertentu yang diawali dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri.
Alat yang diperlukan: Buku catatan (Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat
tentang kegiatan hari itu, (2) siswa membagi kelompok, (3) kelompok
menentukan topik yang akan dibawakan di depan kelas, (4) siswa bercerita
secara berangkai di depan kelas, (5) kelompok lain memberi komentar
tentang cerita berangkai temannya, (6) guru merefleksikan hasil
pembelajaran hari itu.
c) Menerangkan Obat/Makanan/Minuman/Benda Lainnya
Tujuan: Siswa dapat menjelaskan sesuatu secara runtut dan
benar. Siswa menerangkan sebuah benda yang sudah mereka kenal. Dalam
waktu singkat mereka menerangkan mengenai karakter benda tersebut. Benda
dapat berupa minuman, obat-obatan, makanan, tas, sepatu, dan lain-lain.
Alat yang diperlukan: Botol obat, botol minuman, makanan instant, tas, bolpoint, dan lain-lain. (Kegiatan dilakukan secara kelompok).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat
tentang kegiatan hari itu, (2) siswa mengambil benda yang mereka kenal,
(3) dalam waktu dua menit, secara bergantian siswa menerangkan
karakteristik benda yang mereka bawa ke dalam kelompok, (4) siswa lain
memberi komentar tentang penjelasan temannya, (50 siswa merefleksikan
proses pembelajaran yang mereka alami, (6) guru merefleksikan hasil
pembelajaran hari itu.
3. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Membaca di SD
Pengembangan keterampilan membaca pertama-tama dibebankan kepada guru
bahasa Indonesia SD. Melalui pengajaran bahasa Indonesia, guru harus
mengarahkan siswanya agar dapat:
a. membaca atau melek huruf
b. memahami pengertian dan peranan membaca
c. memahami teori dasar membaca
d. memiliki minat baca
e. memiliki keterampilan membaca
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran
membaca siswa
diharapkan mampu: memahami teks dengan membaca nyaring, membaca lancar,
membaca puisi anak, membaca dalam hati, membaca intensif, membaca
dongeng, memahami teks dengan membaca intensif (150-200 kata), membaca
puisi, memahami teks agak panjang (150-200 kata), petunjuk pemakaian,
makna kata dalam kamus/ensiklopedi, membaca pantun, membaca teks
percakapan, membaca cepat 75 kata/menit, membaca sekilas, membaca
memindai, membaca cerita anak, dan membaca teks drama (Permendiknas No.
22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran membaca disukai oleh siswa. Hal
ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara
penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah
mengenal, memahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode
pengajaran membaca. Metode pengajaran membaca yang dapat diterapkan
untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Membaca
b. Metode Komunikatif
c. Metode Integratif
d. Metode Tematik
e. Metode Kuantum
f. Metode Partisipatori
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran membaca yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Mengubah Bacaan ke dalam Gambar
Tujuan: Siswa dapat memaknai bacaan dengan cara membuat
gambar menurut persepsinya. Siswa membaca sebuah bacaan. Kemudian, siswa
membuat gambar yang dapat menampung isi bacaan.
Alat yang digunakan: Teks bacaan dan alat tulis menulis. (Kegiatan tersebut dapat dilakukan perseorangan maupun kelompok).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan pengantar mengenai
teknik pembelajaran mengubah bacaan ke dalam gambar, (2) guru membagikan
teks bacaan kepada masing-masing siswa, (3) siswa mulai membaca,
setelah itu langsung menuangkan ke dalam gambar, (4) siswa memberikan
makna gambar tersebut, (5) siswa mempresentasikan hasil pemaknaan yang
mereka buat, (6) siswa lain mengomentari presentasi temannya, (7) guru
memberikan refleksi hasil pembelajaran hari itu.
b) Membaca Bergantian
Tujuan: Tujuan teknik pembelajaran
membaca bergantian adalah
agar siswa dapat membaca bersuara sesuai dengan intonasi dan lafal
dengan tepat. Siswa dengan bersuara membaca tiap paragraf secara
bergantian dengan pasangannya.
Alat yang diperlukan: Teks bacaan. (Kegiatan ini dilakukan secara berpasangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat
tentang pembelajaran hari itu, (2) guru mengajak siswa untuk
berpasangan, (3) siswa membuka buku bacaan dan membaca pada bab yang
sudah ditentukan dengan bersuara, (4) siswa (pasangannya) menyimak dan
memberikan penilaian kepada pasangannya yang sedang membaca, (5) siswa
saling berdiskusi mengenai kekurangan masing-masing baik intonasi dan
lafal dalam membaca, (6) siswa mengomentari hasil pembelajaran tersebut,
(7) guru merefleksikan kegiatan hari itu.
c) Membaca Memindai
Tujuan: Siswa dapat menemukan secara cepat kata, nomor,
lambang, dan apa saja yang dibutuhkan dari daftar panjang, pengumuman,
iklan, daftar telepon, dan nomor acak. Siswa dalam melakukan kegiatan
membaca disuruh menemukan nomor, gambar, atau kata yang dianggap
penting.
Alat yang digunakan: Daftar kata, nomor, gambar, atau simbol. (Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan sedikit pengantar
tentang teknik membaca memindai, (2) guru memberikan daftar kata, nomor,
atau simbol (pilih salah satu), (3) siswa mengidentifikasi daftar
sambil memberi tanda garis bawah pada yang dianggap penting berdasarkan
pertanyaan yang diberikan, misalnya
cari nomor telepon 4266532, (4)
siswa melaporkan hasilnya di depan kelas, (5) siswa lain mengomentari
hasil presentasi temannya, (6) guru merefleksikan hasil pembelajaran
hari itu.
d) Membaca Ekstensif
Tujuan: Siswa dapat mengintegrasikan isi bacaan dari
berbagai bacaan dalam topik yang sama. Siswa menjelaskan inti bacaan
menurut persepsinya masingmasing setelah membaca topik yang sama dari
berbagai bacaan (koran, majalah, buku teks, dan buku pengetahuan tentang
topik yang sama).
Alat yang digunakan: Berbagai macam bacaan yang berbeda-beda dalam topic yang sama.
Cara menerapkannya: (1) guru memberikan penjelasan mengenai
teknik pembelajaran membaca ekstensif, (2) guru memberikan masing-masing
siswa bacaan dengan topik yang sama, antara siswa yang satu dengan yang
lain tetapi berbeda sumber (ada yang dari koran, majalah, dsb), (3)
dalam waktu tertentu bacaan secara bergilir saling dipertukarkan, (4)
siswa memberikan penjelasan inti dari masing-masing bacaan yang mereka
baca, (5) siswa lain memberikan tanggapan mengenai penjelasan temannya,
(6) guru memberikan refleksi kegiatan hari itu.
4. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Menulis di SD
Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegiatan menulis paling
kecil bila dibandingkan dengan kegiatan menyimak, berbicara, atau
membaca. Urutan anak-anak yang belajar berbahasa selalu mulai menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Dalam literatur pengajaran bahasa pun
urutan keempat keterampilan selalu ditulis menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis.
Walaupun posisi menulis selalu di belakang tidak berarti peranan
menulis juga di belakang atau kecil. Berbagai aktivitas orang terpelajar
menunjukkan bahwa peranan menulis cukup penting dalam kehidupan manusia
modern. Di sekolah pihak yang paling berkompeten menumbuhkan
keterampilan menulis itu adalah guru bahasa Indonesia. Mereka harus
melatih anak didiknya agar terampil menulis. Lebih-lebih guru bahasa
Indonesia di SD harus dapat menumbuhkan keterampilan menulis ini pada
setiap siswa.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran
menulis siswa
diharapkan mampu: menulis permulaan dengan menjiplak, menebalkan,
mencontoh, melengkapi. Menyalin huruf tegak bersambung melalui kegiatan
dikte. Menyalin melalui kegiatan melengkapi cerita dan dikte.
Mendeskripsikan benda di sekitar dan menyalin puisi anak. Mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk paragraf dan puisi dalam
karangan sederhana dan puisi. Menulis dalam bentuk percakapan, petunjuk,
cerita, dan surat. Menulis pengalaman secara tertulis dalam bentuk
karangan, surat undangan, dan dialog tertulis bentuk ringkasan, laporan,
dan puisi bebas informasi secara tertulis dalam bentuk formulir,
ringkasan, dialog, dan parafrase naskah pidato dan surat resmi
(Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran menulis disukai oleh siswa. Hal
ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara
penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah
mengenal, memahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode
pengajaran menulis. Metode pengajaran menulis yang dapat diterapkan
untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Produktif
b. Metode Komunikatif
c. Metode Integratif
d. Metode Tematik
e. Metode Kuantum
f. Metode Partisipatori
g. Metode Konstruktif.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Menulis dari Gambar
Teknik pembelajaran menulis dari gambar bertujuan agar siswa dapat
menulis dengan cepat berdasarkan gambar yang dilihat. Misalnya, guru
menunjukkan gambar kebakaran yang melanda sebuah desa. Dari gambar
tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan
gambar. Alat yang dibutuhkan adalah gambar-gambar yang bervariasi
sesuai dengan tema pembelajaran, yang berukuran sama dengan kalender
besar. Teknik ini dapat dijalankan secara persorangan maupun secara
kelompok.
Cara menerapkan: (1) guru menyampaikan pengantar, (2) guru
menempelkan beberapa gambar di depan kelas, (3) setelah siswa melihat
gambar tersebut, siswa mulai mengidentifikasi gambar dan dari
identifikasi itu siswa membuat tulisan secara runtut dan logis, (4) guru
bertanya kepada siswa tentang alas an tulisan yang dibuatnya, dan (5)
guru merefleksikan pembelajaran tersebut. Upayakan gambar yang disajikan
sesuai dengan tema pembelajaran yang dipelajari pada minggu itu. Guru
dapat memilih gambar yang cocok dengan karakteristik kelas. Gambar yang
telah digunakan siswa dapat ditarik kembali untuk bahan pembelajaran
berikutnya.
b) Menulis Objek Langsung
Tujuan: Agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan
objek yang dilihat. Guru menunjukkan objek kepada siswa di depan kelas,
misal boneka, vas bunga, mobil-mobilan, dan lain-lain. Dari objek
tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarka
objek yang dilihatnya. Alat yang dibutuhkan adalah objek-objek yang
bervariasi sesuai dengan tema pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan
secara perseorangan maupun secara berkelompok.
Cara menerapkan: (1) guru menyampaikan pengantar, (2) guru
memajang beberapa objek di depan kelas, (3) setelah siswa melihat objek
tersebut, siswa mulai mengidentifikasi objek, (4) siswa membuat tulisan
secara runtut dan logis, (5) guru bertanya kepada siswa tentang alasan
tulisan yang dibuatnya, dan (6) guru merefleksikan pembelajaran
tersebut.
c) Pembandingan Objek Langsung
Teknik pembelajaran ini
bertujuan agar siswa dapat menulis
perbandingan berdasarkan objek yang dilihat. Misalnya, guru menunjukkan
dua benda (objek) yang sama tetapi berbeda bentuk, warna, fungsi, dan
lain-lain. Siswa menulis dengan cara membandingkan dua objek yang telah
diidentifikaikannya. Dari objek tersebut siswa dapat membuat tulisan
secara runtut dan logis berdasarkan objek yang dilihat.
Alat yang dibutuhkan adalah benda-benda yang bervariasi sesuai denga tema pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan baik perorangan maupun kelompok.
Cara menerapkan: (1) Guru menyampaikan pengantar, (2) guru
memajang dua benda (objek) yang sama namun lain warna, fungsi, bentuk,
dan lain-lain di depan kelas, (3) setelah siswa melihat objek tersebut,
siswa mulai mengidentifikasi objek, (4) siswa menulis perbandingan
secara runtut dan logis, (5) guru bertanya kepada siswa tentang alasan
tulisan yang dibuatnya. (6) guru merefleksikan pembelajaran tersebut.
d) Meneruskan Tulisan
Dari teknik pembelajaran meneruskan tulisan, diperoleh kemampuan
siswa dalam melengkapi ide atau gagasan secara baik dalam sebuah tulisan
melalui penambahan beberapa paragraf. Dalam proses melengkapi tersebut,
siswa berada dalam kondisi senang, ceria, dan penuh dengan tantangan
dalam komunitas belajar yang kompetitif.
Alat yang digunakan adalah lembaran fotokopi tulisan yang
belum selesai gagasannya, (tulisan tersebut semestinya 10 paragraf
tetapi yang 3 paragraf terakhir dibuang) kemudian siswa menambahkan
paragraf sesuai dengan idenya. Fotokopi sesuai dengan jumlah siswa.
Pelaksanaan teknik ini dapat berupa persorangan atau kelompok.
Biasakan sebelum memulai, siswa dikondisikan melalui kegiatan
persepsi lewat berbagai cara, misalnya nyanyian, puisi, permainan, dan
gerakan. Dalam pelaksanaan teknik ini (1) guru memberikan persepsi atau
pengantar, (2) bagi kelompok (kalau penerapannya dalam kelompok), (3)
guru memberikan rambu-rambu pelaksanaan, (4) guru memberikan lembar
fotokopi kepada siswa, (5) setelah diberi waktu dan aba-aba, siswa
mengerjakan tugas berupa meneruskan tulisan yang belum selesai dengan
idenya sendiri, (6) setelah waktu yang diberikan habis, siswa melaporkan
hasilnya di depan kelas, (7) guru bertanya kepada siswa alasan tulisan
tersebut, dan (8) guru merefleksikan hasil kegiatan tersebut.
B. Penerapan Metode dalam Menyusun Rancangan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007
tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah,
dinyatakan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap
pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP terdiri dari: Identitas mata pelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,
materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran
(pendahuluan, inti, penutup), penutup, dan penilaian hasil belajar, dan
sumber belajar.
Contoh
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : V
Semester : 1
Waktu : 2 x 35 menit (1 x Pertemuan)
Topik : Cerita Rakyat Tanah Gayo
A. Standar Kompetensi
Memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat secara lisan
B. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi unsur cerita tentang cerita rakyat yang didengarnya.
C. Indikator
Setelah mempelajari topik ini siswa diharapkan dapat:
1. Menentukan tema cerita Putri Pukes.
2. Menentukan amanat cerita Putri Pukes.
3. Menyebutkan tokoh-tokoh cerita dalam cerita rakyat Putri Pukes.
4. Menyebutkan setting cerita (setting tempat dan setting waktu) dalam cerita Putri Pukes.
5. Menuliskan kembali isi cerita Putri Pukes dengan kata-kata sendiri.
D. Pendekatan/Metode Pembelajaran:
Pendekatan : Kontekstual
Metode : Audiolingual, Integratif, dan Diskusi
E. Materi Pembelajaran
1) Ringkasan Cerita Putri Pukes
Tersebutlah di Tanah Gayo seorang putri yang bernama Pukes. Putri
ini lazim disapa Putri Pukes. Putri Pukes sejak kecil hidup bahagia
bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah adat gayo. Ketika menginjak
usia dewasa, Putri Pukes telah menjadi gadis yang cantik jelita,
bertabiat santun, dan penuh pengabdian kepada kedua orang tuanya. Sebuah
keluarga di kampong tetangga mendengar berita tentang Putri Pukes dan
dia berniat melamar Putri Pukes untuk menjadi menantunya. Putri Pukes
akan dikawinkannya dengan putranya Banta Keumari. Datanglah utusan ke
rumah orang tua Putri Pukes untuk melamar sang gadis. Singkat cerita,
lamaran diterima dan waktu acara pernikahan pun sudah ditetapkan.
Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Pesta meriah ala Tanah Gayo pun
berlangsung. Tetamu datang dari berbagai penjuru desa. Tidak lupa pula
ditampilkan Tari Guel, Tari Reusam Beurume, dan Tari Putroe Bungsu.
Semua tamu merasa terhibur. Acara pesta berlangsung tiga hari tiga
malam. Esoknya adalah hari yang bersejarah bagi Putri Pukes. Ia harus
rela berpisah dengan kedua orang tuanya, sanak saudaranya, handai tolan,
dan rumahnya tercinta tempat ia mengukir kasih mesra bersama ayah bunda
dan adikadiknya.
Ia harus rela pula berpisah dengan tepian air tempat ia bermandi
sejak kecil hingga ia dewasa. Semua itu harus ia tinggalkan. Putri Pukes
akan mengiringi suaminya hidup bersama mertua di kampung suaminya.
Sulit ia bayangkan kapan ia akan dapat kembali lagi ke kampung
halamannya tercinta. Memang adat negerinya sudah demikian adanya.
Ketika akan berangkat meninggalkan rumahnya, ibundanya berpesan,
“Wahai anakku Putri Pukes. Kini engkau telah dewasa, engkau telah
bersuami. Kami telah mendidikmu dengan segenap kemampuan yang ada. Kini
tempuhlah hidupmu dan jadilah dirimu sendiri. Kemesraan yang pernah ada
antara kita kini akan berganti dengan kemesraan dalam bentuk yang lain.
Dengarlah kata-kata suamimu dan berbaktilah padanya sebagaimana layaknya
seorang istri.
Janganlah engkau pernah bermasam muka pada suamimu. Semoga engkau
menemukan kebahagiaan dalam hidupmu anakku! Satu lagi pesanku, “Setelah
meninggalkan rumah ini jangan sekalipun engkau menoleh ke belakang.
Teruslah berjalan ke kampong suamimu.
Di tengah perjalanan batas antara kampungnya dan kampung
suaminya, kerinduan Putri Pukes tak terbendung lagi. Tanpa sadar ia
menoleh ke belakang. Tampak olehnya sayup-sayup atap rumahnya dan tampak
pula sepintas pohon Alpukat bergoyang bersama angin. Namun, tanpa
diduga tiba-tiba langit kelam, hujan turun disertai petir yang
menggelegar. Putri Pukes dan suaminya terkesima. Setelah cuaca
bersahabat kembali, Putri Pukes dan suaminya telah menjadi batu dan
hingga kini batu tersebut dapat dijumpai di daerah perbatasan Kota
Takengon menuju Bintang.
(Penulis:
Teuku Alamsyah)
2) Kaidah Penggunaan Tanda Baca (tanda titik, tanda koma, tanda titik dua)
Tanda baca berupa tanda titik, tanda koma harus digunakan sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan dalam kaidah EYD.
Contoh:
• Cerita itu sangat menarik.
• Kita harus patuh, sayang, dan berbakti kepada kedua orang tua.
3) Struktur kalimat bahasa Indonesia
Contoh:
• Putri Pukes menceritakan tentang keadaan kampung halamannya.
Kalimat tersebut tergolong sebagai kalimat yang salah strukturnya. Kalimat
tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut.
• Putri Pukes bercerita tentang keadaan kampung halamannya.
• Putri Pukes menceritakan keadaan kampung halamannya.
F. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
|
Memperkenalkan gambaran umum pembelajaran: Mendata Cerita Rakyat di NAD
Membentuk kelompok:
• Setiap siswa diminta memilih salah satu potongan karton manila
dengan warna yang disenanginya. Potongan-potongan kertas manila diisi
dalam sebuah kotak dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah siswa.
• Potongan karton manila yang telah dipilih tidak boleh diperlihatkan kepada teman sekelas.
• Setelah semua siswa mendapat potongan-potongan karton manila,
mereka diminta mencari teman yang memilih potongan karton manila
dengan warna yang sama.
• Setiap siswa diminta duduk sekelompok dengan teman yang memilih potongan karton manila dengan warna yang sama.
|
15 menit |
2. Kegiatan Inti
|
• Mendengarkan cerita Putri Pukes yang diceritakan oleh guru atau diperdengarkan melalui tape recorder.
• Cerita diperdengarkan sebanyak dua kali
• Setiap siswa dalam kelompok mengidentifikasi tema, amanat, tokoh dan penokohan, serta setting cerita
• Setiap kelompok berdiskusi dan membuat simpulan hasil diskusi
• Setiap kelompok selama 7 menit diminta mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
• Kelompok lain diminta mengomentari
• Setiap kelompok membuat simpulan hasil diskusi.
• Membubarkan kelompok dan memberikan applus untuk kegiatan pembelajaran hari itu
• Setiap siswa menuliskan kembali isi cerita dengan memperhatikan kaidahkaidah bahasa.
|
45 Menit
|
3. Kegiatan Akhir/ Penutup
|
• Memberikan penguatan
• Membuat simpulan
• Menentukan batas-batas tugas untuk pertemuan berikutnya.
• Membuat refleksi/menulis jurnal tentang proses pembelajaran
|
15 Menit
|
RANGKUMAN
Ada perbedaan yang mendasar antara pengertian pendekatan, metode,
teknik, dan strategi. Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran. Metode adalah prosedur pembelajaran
yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Teknik adalah cara yang dilakukan
seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Strategi
pembelajaran dapatdiartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Jenis-jenis pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia: pendekatan
Whole Language,
kontekstual, komunikatif, dan integratif. Jenis-jenis metode
pembelajaran bahasa Indonesia: metode audiolingual, komunikatif,
produktif, langsung, partisipatori, membaca, tematik, kuantum, diskusi,
dan kerja kelompok kecil (
small-group work). Jenis-jenis strategi pembelajaran: langsung (
direct instruction),
cooperative learning,
problem solving, mengulang, elaborasi, dan organisasi.
bloggercintaperbatasan.blogspot.comSumber:http://stkip.wordpress.com/2010/02/16/352/