Header AD

header ads
STKIP MELAWI DAN WAJAH PENDIDIKAN KALIMANTAN BARAT Oleh : Drs.Yakobus Ason,M.Pd Salah satu barometer bagi kemajuan daerah adalah s...
kampus di perbatasan kampus di perbatasan Reviewed by Unknown on 19.57 Rating: 5
Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesi Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesi Reviewed by Unknown on 06.08 Rating: 5

Senin, 29 Oktober 2012

kampus di perbatasan

STKIP MELAWI DAN WAJAH PENDIDIKAN KALIMANTAN BARAT

Oleh :
Drs.Yakobus Ason,M.Pd
Salah satu barometer bagi kemajuan daerah adalah semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat di suatu daerah tersebut. Daerah yang dikatakan maju biasanya dibarengi oleh tingkat pendidikan masyarakatnya yang  relatif meningkat dan maju pula. Agar tingkat pendidikan masyarakat meningkat maka keberadan perguruan tinggi di suatu daerah merupakan faktor penting sebagai pendorong terwujudnya kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini disadari bahwa semakin banyak perguruan tinggi di suatu daerah maka kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut pun semakin maju pula. Fakta menunjukkan bahwa daerah-daerah yang maju seperti Jawa, Sumatra dan derah maju lainya, terdapat banyak perguruan tinggi didirikan di daerah tersebut. Demikian juga halnya di kota-kota besar pada umunya terdapat banyak pergurjuan tinggi, sehingga peluangan dan kesempatan bagi masyarakat kota untuk mengenyam pendidikan tinggi lebih terbuka, bila dibanding dengan mereka yang berada di daerah pedalaman jauh dari Perguruan Tinggi.
Sebagaimana di katakan di atas bahwa keberadaan Perguruan Tinggi di suatu daerah merupakan salah satu faktor penting dan sentral sebagai penunjang  serta pendorong terwujudnya kemajuan daerah. Perguruan tinggi di suatu daerah memberi peluang dan kesempatan bagi anggota masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan tinggi. Dengan terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk memasuki perguruan tinggi, bearti kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut bisa ditingkatkan. Dengan semakin meningkatnya pendidikan masyarakat maka kesejahteraan pun semakin meningkat pula.
Kenyataan selama ini kendala yang banyak dialami oleh masyarakat di daerah untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan mereka ke jenjang pendidikan tinggi adalah selain faktor biaya yang mahal, juga masalah jarak yang jauh dan medan yang sulit serta tranportasi yang tidak lancar. Bisa dibayangkan, seorang siswa lulusan STLA di daerah harus berjuang menempuh medan yang sulit  untuk dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi yang notabene terdapat di kota yang jauh dari tempat tinggal mereka. Situasi semacam ini dialami oleh daerah-daerah yang jarak jangkauan cukup jauh  bahkan sangat jauh dari perguruan tinggi.
Jika situasi semacam ini tetap berlanjut, maka pelungan dan kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi hanya bisa dinikmati oleh anak-anak yang ekonomi orang tua mereka cukup baik atau bagi anak-anak yang beruntung karena berprestasi sehingga bisa mendapat beasiswa untuk studi lanjut.
Karena jumlah mereka yang bisa mengenyam pendidikan tinggi masih terbatas, maka tentunya peningkatan sumber daya manusia di daerah, dalam kaitannya dengan kemajuan daerah dirasa masih sangat terbatas yang akhirnya berdampak pada perkembangan kemajuan daerah menjadi lamban.
Situasi semacam ini dialami oleh hampir semua masyarakat Kalimantan Barat yang tinggal di pedalaman. Dengan medan yang sulit, tranportasi yang tidak lancar, dan jarak yang jauh , maka  sangat sempitlah peluang dan kesempatan bagi anak-anak pedalaman untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Keberadaan STKIP Melawi di daerah dengan dua program studi yaitu PGSD dan Penjaskesrek jenjang Strata Satu (S-1), kiranya cukup memberi angin segar bagi perkembangan dunia pendidikan di Kalimantan Barat ini. Dengan dikantonginya ijin penyelenggaraan dua program studi tersebut  yakni melaui SK Dirjen DIKTI  No 1391/D/T/2009, tanggal, 18 Agustus 2009 yang lalu, maka memantapkan langkah STKIP Melawi sebagai bagian tak terpisahkan dalam upaya memberi warna bagi wajah  pendidkan di Propinsi Kalimantan Barat.
Dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, maka STKIP Melawi dengan status kedua program studi di atas diharapkan mampu memenuhi kulifikasi lulusan yang diharapkan yanki menghasilkan guru SD dan secara khusus adalah guru di daerah khusus (pedalaman).
Selain itu, STKIP Melawi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan di daerah khusus, akan menyiapkan lulusan prodi tersebut sebagai pendidik pada Satuan Pendidikan Dasar.  Kualifikasi ini merupakan pertimbangan untuk ikut mendukung program pemerintah, yaitu Program Wajar Dikdas 9 Tahun (Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun), dalam berbagai bentuk implementasi di lapangan seperti  Sekolah Satu Atap (SD-SMP Satu Atap).  Program pendidikan guna mendapatkan kualifikasi lulusan tersebut terimplementasikan dalam Kurikulum Institusional STKIP Melawi.
Kita tahu bahwa pada tahun 2013 yang akan datang di Kaliamnat Barat ini ada ribuan guru yang akan memasuki usia pensiun. Di sisi lain tuntutan Undang-Undang Guru mengamanatkan bahwa pada tahun yang sama semua guru sudah harus meliliki kualifikasi pendidikan minimal Sarjana (S-1).  Berkenaan dengan hal tersebut, keberadaan STKIP Melawi dengan Prodi PGSD-nya punya andil yang cukup strategis di masa-masa yang akan datang, dalam rangka menyiapkan tanaga guru kelas di Sekolah Dasar. Karena program studi PGSD di Kalimantan Barat hanya ada di FKIP Untan dan STKIP Melawi, maka di masa-masa mendatang guru-guru SD sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan tingkat dasar yang bersentuhan secara langsung dengan peserta didik tingkat dasar, adalah out put/luaran dari kedua lembaga tersebut. Dengan demikian STKIP ke depan ikut andil dalam membentuk warna wajah pendidikan di Kalimanatn Barat.
Penulis adalah Dosen STKIP Melawi
Sumber:http://stkip.wordpress.com/2010/02/16/stkip-melawi-dan-wajah-penidikan-kalimantan-barat/

Sabtu, 27 Oktober 2012

Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesi

KONSEP METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

  1. Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik, dan Strategi
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara yang bagaimana yang harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif dan efisien? Dengan demikian sebelum seorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.(J.R. David dalam Sanjaya, 2008:126). Selanjutnya dijelaskan strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp dalam Sanjaya, 2008:126).
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran (Ahmad Rohani, 2004 : 32). Sementara itu, Joyce dan Weil lebih senang
memakai istilah model-model mengajar daripada menggunakan strategi pengajaran (Joyce dan Weil dalam Rohani, 2004:33).
Nana Sudjana menjelaskan bahwa strategi mengajar (pengajaran) adalah “taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik) mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien (Nana Sudjana dalam Rohani,
2004:34). Jadi menurut Nana Sudjana, strategi mengajar/pengajaran ada pada pelaksanaan, sebagai tindakan nyata atau perbuatan guru itu sendiri pada saat mengajar berdasarkan pada rambu-rambu dalam satuan pelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
  1. Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia
1) Pendekatan Whole Language
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer, 1992, dalam Santosa, 2004).
Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg, 1991). Oleh karena itu, pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda baca, umpamanya, diajarkan sehubungan dengan pembelajaran keterampilan menulis. Demikian juga pembelajaran membaca dapat diajarkan bersamaan dengan pembelajaran berbicara, pembelajaran sastra dapat disajikan bersamaan dengan pembelajaran membaca dan menulis ataupun berbicara. Selain itu, dalam pendekatan whole language, pembelajaran bahasa dapat juga disajikan sekaligus dengan materi pelajaran lain, umpamanya bahasa-matematika, bahasa-IPS, bahasa-sains, bahasa-agama.
Ciri-ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language :
a.  Kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan, misalnya: poster hasil kerja siswa dan karya tulis siswa menghiasi dinding kelas.
b.  Siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.
c.   Siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya.
d.  Siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas whole language hanya sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh guru.
e.  Siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Dalam hal ini interaksi guru adalah multiarah.
f.  Siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen. Guru tidak mengharapkan kesempurnaan, yang penting adalah respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima.
g.  Siswa mendapat balikan (feed back) positif baik dari guru maupun temannya. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.

Penilaian dalam Kelas Whole Language
Dalam kelas whole language guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung, guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi. Selain itu, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio.
2) Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui pencarian hubungan masuk akal dan bermanfaat. Melalui pemaduan materi yang dipelajari dengan pengalaman keseharian, siswa akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam. Siswa akan mampu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru yang belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuannya. Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memadukan materi pelajaran yang telah diterimanya di sekolah.
Nathan Gage in Brown mendefinisikan pengajaran sebagai berikut, “Teaching is guiding and facilitating learning, enabling the learner to learn, setting the conditions for learning,” (H. Douglas Brown, 1994:7). Mengajar berarti memandu dan memfasilitasi belajar memungkinkan pemelajar untuk belajar, menciptakan kondisi belajar. Definisi di atas menunjukkan bahwa pengajaran tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran. Pengajaran merupakan kegiatan yang diciptakan oleh guru untuk memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran. Pengajaran merupakan kegiatan yang sangat memerlukan keterlibatan siswa. Demikian juga dengan pendekatan kontekstual yang berpusat pada siswa.
Kontekstual adalah kaidah yang dibentuk berazaskan maksud kontekstual itu sendiri. Kontekstual seharusnya mampu membawa pelajar ke pemelajaran isi dan konsep yang berkenaan atau relevan bagi mereka, dan juga memberi makna dalam kehidupan seharian mereka. Jadi, pemelajaran kontekstual merupakan satu konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan bahan subjek yang dipelajari dengan situasi dunia sebenarnya dan memotivasikan pemelajar untuk membuat hubungan antara pengetahuan dengan aplikasinya dalam kehidupan harian mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja.
Dalam pendekatan kontekstual, ada delapan komponen yang harus ditempuh, yaitu: 1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, 2) melakukan pekerjaan yang berarti, 3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, 4) bekerja sama, 5) berpikir kritis dan kreatif, 6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, 7) mencapai standar yang tinggi, 8 ) menggunakan penilaian autentik (Elaine B. Johnson, 2007:65-66).
Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pendekatan kontekstual adalah mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang memungkinkan mereka melihat makna di dalamnya.
Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam mata pelajaran apa saja. Tidak terkecuali dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut konsep CTL, “Belajar akan lebih bermakna jika anak didik ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘mengetahui’ apa yang dipelajarinya”. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Hernowo, 2005:61).
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan CTL:
a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif. Artinya, pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.
c.  Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
d.  Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
e.  Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

3) Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ketergantungan bahasa.
Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2 kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif fungsional (functional communication activies) dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi sosial (social interaction activies). Kegiatan komunikatif fungsional terdiri atas 4 hal, yakni: a) mengolah informasi; b) berbagi dan mengolah informasi; c) berbagi informasi dengan kerja sama terbatas; dan d) berbagi informasi dengan kerja sama tak terbatas. Kegiatan interaksi sosial terdiri atas 6 hal, yakni: a) improvisasi lakon-lakon pendek yang lucu; b) aneka simulasi; c) dialog dan bermain peran; d) sidang-sidang konversasi; e) diskusi; dan f) berdebat.
Ada delapan aspek yang berkaitan erat dengan pendekatan komunikatif (David Nunan, 1989, dalam Solchan T.W., dkk. 2001:66), yaitu:
a.  Teori Bahasa Pendekatan Komunikatif berdasarkan teori bahasa menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan makna, yang menekankan pada dimensi semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, yang perlu ditonjolkan adalah  interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
b.   Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
c. Tujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi komunikatif).
d.  Silabus harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran dan tujuan yang dirumuskan dan materi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa.
e.  Tipe kegiatan tukar menukar informasi, negosiasi makna atau kegiatan lain yang bersifat riil.
f.   Peran guru fasilitator proses komunikasi, partisipan tugas dan tes, penganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer proses belajar.
g. Peran siswa pemberi dan penerima, sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk bahasa, tapi juga bentuk dan maknanya.
h.  Peranan materi pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata.
Prosedur-prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif lebih bersifat evolusioner daripada revolusioner. Adapun garis kegiatan pembelajaran yang ditawarkan mereka adalah: penyajian dialog singkat, pelatihan lisan dialog yang disajikan, penyajian tanya jawab, penelaah dan pengkajian, penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas produksi lisan, pemberian tugas, pelaksanaan evaluasi.
4) Pendekatan Integratif
Pendekatan Integratif dapat dimaknakan sebagai pendekatan yang menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya, mendengarkan diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Integratif antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya, bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan materi kalimat ke siswa tetapi diawali dengan membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi.
Integratif sangat diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik.

2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

1) Metode Audiolingual
Metode audiolingual sangat mengutamakan drill (pengulangan). Metode itu muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam belajar bahasa target. Padahal untuk kepentingan tertentu, perlu penguasaan bahasa dengan cepat. Dalam audiolingual yang berdasarkan pendekatan struktural itu, bahasa yang diajarkan dicurahkan pada lafal kata, dan pelatihan pola-pola kalimat berkali-kali secara intensif. Guru meminta siswa untuk mengulang-ulang sampai tidak ada kesalahan.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan adalah (a) penyajian dialog atau teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa menyimak tanpa melihat teks yang dibaca, (b) peniruan dan penghafalan teks itu setiap kalimat secara serentak dan siswa menghafalkannya, (c) penyajian kalimat dilatihkan dengan pengulangan, (d) dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas, dan (e) pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.
2) Metode Komunikatif
Desain yang bermuatan komunikatif harus mencakup semua keterampilan berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran dispesifikkan ke dalam tujuan konkret yang merupakan produk akhir. Sebuah produk di sini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, ditulis, diutarakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistis. Sepucuk surat adalah sebuah produk. Demikian pula sebuah perintah, pesan, laporan, atau peta, juga merupakan produk yang dapat dilihat dan diamati. Dengan begitu, produk-produk tersebut dihasilkan melalui penyelesaian tugas yang berhasil.
Contohnya menyampaikan pesan kepada orang lain yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan itu dapat dipecah menjadi (a) memahami pesan, (b) mengajukan pertanyaan untuk menghilangkan keraguan, (c) mengajukan pertanyaan untuk memperoleh lebih banyak informasi, (d) membuat catatan, (e) menyusun catatan secara logis, dan (f) menyampaikan pesan secara lisan. Dengan begitu, untuk materi bahasan penyampaian pesan saja, aktivitas komunikasi dapat terbangun secara menarik, mendalam, dan membuat siswa lebih intensif.
3) Metode Produktif
Metode produktif diarahkan pada berbicara dan menulis. Siswa harus banyak berbicara atau menuangkan gagasannya. Dengan menggunakan metode produktif diharapkan siswa dapat menuangkan gagasan yang terdapat dalam pikirannya ke dalam keterampilan berbicara dan menulis secara runtun. Semua gagasan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa yang komunikatif. Yang dimaksud dengan komunikatif di sini adalah adanya respon dari lawan bicara. Bila kita berbicara lawan bicara kita adalah pendengar, bila kita menulis lawan bicara kita adalah pembaca.

4) Metode Langsung
Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah belajar  yang langsung menggunakan bahasa secara intensif dalam komunikasi. Tujuan metode langsung adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat. Siswa diberi latihan-latihan untuk mengasosiasikan kalimat dengan artinya melalui demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimik secara langsung.
5) Metode Partisipatori
Metode pembelajaran partisipatori lebih menekankan keterlibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai subjek belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator.
Dalam metode partisipatori siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun, bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai moderator dan kreatif. Konteks siswa menjadi tumpuan utama.
6) Metode Membaca
Metode membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang diperlukan dalam belajar siswa. Berikut langkah-langkah metode membaca:
(1) pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar dari guru ke siswa. Hal ini diberikan dengan definisi dan contoh ke dalam kalimat
(2) Penyajian bacaan di kelas. Bacaan dibaca dengan diam selama 10-15 menit (untuk mempercepat waktu, bacaan dapat diberikan sehari sebelumnya)
(3) Diskusi isi bacaan dapat melalui tanya jawab
(4) Pembicaraan tata bahasa dilakukan dengan singkat. Hal itu dilakukan jika dipandang perlu oleh guru
(5) Pembicaraan kosakata yang relevan
(6) Pemberian tugas seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagainya yang berkaitan dengan isi bacaan.
7) Metode Tematik
Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara kontekstualitas, kontemporer, konkret, dan konseptual.
Tema yang telah ditentukan haruslah diolah dengan perkembangan lingkungan siswa yang terjadi saat ini. Begitu pula isi tema disajikan secara kontemporer sehingga siswa senang. Apa yang terjadi sekarang di lingkungan siswa juga harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Tema tidak disajikan secara abstrak tetapi diberikan secara konkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang dipunyainya. Konsep-konsep dasar tidak terlepas. Siswa berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman.

8 ) Metode Kuantum
Quantum Learning (QL) merupakan metode pendekatan belajar yang bertumpu dari metode Freire dan Lozanov. QL mengutamakan kecepatan belajar dengan cara partisipatori peserta didik dalam melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar mengacu pada otak kanan dan otak kiri menjadi ciri khas QL. Menurut QL bahwa proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatu dapat berarti setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi, serta sejauh mana guru mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran maka sejauh itulah proses belajar berlangsung. Hubungan dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar. Dengan begitu, pembelajar dapat mememori, membaca, menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.
9) Metode Diskusi
Diskusi adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Setiap anggota kelompok saling bertukar ide tentang suatu isu dengan tujuan untuk memecahkan suatu masalah,menjawab suatu pertanyaan, menambah pengetahuan atau pemahaman, atau membuat suatu keputusan. Apabila proses diskusi melibatkan seluruh anggota kelas, pembelajaran dapat terjadi secara langsung dan bersifat student centered (berpusat pada siswa).
Dikatakan pembelajaran langsung karena guru menentukan tujuan yang harus dicapai melalui diskusi, mengontrol aktivitas siswa serta menentukan fokus dan keberhasilan pembelajaran. Dikatakan berpusat kepada siswa karena sebagian besar input pembelajaran berasal dari siswa, mereka belajar secara aktif dan
meningkatkan belajar, serta mereka dapat menemukan hasil diskusi mereka.
10) Metode Kerja Kelompok Kecil (Small-Group Work)
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kecil merupakan metode yang banyak dianjurkan oleh para pendidik. Metode ini dapat dilakukan untuk mengajarkan materi-materi khusus. Kerja kelompok kecil merupakan metode pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Siswa dituntut untuk memperoleh pengetahunan sendiri melalui bekerja secara bersama-sama. Tugas guru hanyalah memonitor apa yang dikerjakan siswa. Yang ingin diperolah melalui kerja kelompok adalah kemampuan interaksi sosial, atau kemampuan akademik atau mungkin juga keduanya.

3. Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia

1) Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Pembelajaran langsung adalah istilah yang sering digunakan untuk teknik pembelajaran ekspositoris, atau teknik penyampaian semacam kuliah (sering juga digunakan istilah “chalck and talk”). Strategi pembelajaran langsung merupakan bentuk dan pendekatan  pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam staretgi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur. Diharapkan apa yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah dan demonstrasi merupakan bentuk-bentuk strategi pembelajaran langsung.
2) Strategi Pembelajaran Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses kerja sama dalam suatu kelompok yang biasa terdiri atas 3 sampai 5 orang siswa untuk mempelajari suatu materi akademik yang spesifik sampai tuntas.
Strategi pembelajaran Cooperative Learning mulai populer akhir-akhir ini. Melalui Cooperative Learning siswa didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerja sama di sini dimaksudkan setiap anggota kelompok harus saling bantu. Yang cepat harus membantu yang lambat karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok, dan sebaliknya keberhasilan individu adalah keberhasilan kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota harus memiliki tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.
Beberapa penulis seperti Slavin, Johnson, & Johnson, mengatakan ada komponen yang sangat penting dalam strategi pembelajaran cooperative yaitu kooperatif dalam mengerjakan tugas-tugas dan kooperatif dalam memberikan dorongan atau motivasi.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian keberhasilan setiap indivindu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, karena setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.
3) Strategi Pembelajaran Problem Solving
Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu siswa agar memahami dan menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada kedudukan pemecahan masalah itu. Mengajar memecahkan masalah berarti pemecahan masalah itu sebagai isi atau content dari pelajaran, sedangkan pemecahan masalah adalah sebagai suatu strategi. Jadi, kedudukan pemecahan masalah hanya sebagai suatu alat saja untuk memahami materi pembelajaran.
Ada beberapa ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah, pertama, siswa bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kecil; kedua, pembelajaran ditekankan kepada materi pelajaran yang mendukung persoalan-persoalan untuk dipecahkan dan lebih disukai persoalan yang banyak kemungkinan cara pemecahanya; ketiga, siswa menggunakan banyak pendekatan dalam belajar; keempat, hasil dari pemecahan masalah adalah tukar pendapat (sharing) di antara semua siswa.

4) Strategi Mengulang
Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekedar membaca ulang materi tertentu untuk menghafal saja. Contoh lain dari strategi sederhana adalah menghafal nomor telepon, arah tempat, waktu tertentu, daftar belanjaan, dan sebagainya. Memori yang sudah ada di pikiran dimunculkan kembali untuk kepentingan jangka pendek, seketika, dan sederhana.
Penyerapan bahan belajar yang lebih kompleks memerlukan strategi mengulang kompleks. Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima merupakan bagian dari mengulang kompleks. Strategi tersebut tentunya perlu diajarkan ke siswa agar terbiasa dengan cara demikian.
5) Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodean lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori di otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada.
Beberapa bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan PQ4R. Pembuatan catatan adalah strategi belajar yang menggabungkan antara informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang didapat melalui proses mencatat. Dengan mencatat, siswa dapat menuangkan ide baru dari percampuran dua informasi itu. Analogi merupakan cara belajar dengan pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda atau ide, misalnya otak kiri mirip dengan komputer yang menerima dan menyimpan informasi. P4QR merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. P4QR singkatan dar Preview (membaca selintas dengan cepat), Question (bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite, dan review atau membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang terbukti efektif dalam membantu siswa menghafal informasi bacaan.
6) Strategi Organisasi
Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi organisasi terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi subset yang lebih kecil. Strategi tersebut juga berperan sebagai pengindentifikasian ide-ide atau fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar.
Bentuk strategi organisasi adalah Outlining, yakni membuat garis besar. Siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama. Mapping, yang lebih dikenal dengan pemetaan konsep, dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining. Mnemonics membentuk kategori khusus dan secara teknis dapat diklasifikasikan sebagai satu strategi, elaborasi atau organisasi. Mnemonics membantu dengan membentuk asosiasi yang secara alamiah tidak ada yang membantu mengorganisasikan informasi menjadi memori kerja. Strategi Mnemonics terdiri atas pemotongan, akronim, dan kata berkait.


















PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

A. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia
1. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Mendengarkan di SD

Belajar berbahasa dimulai dengan mendengarkan, coba perhatikan bagaimana anak kecil belajar bahasa ibunya. Mula-mula yang bersangkutan banyak mendengar rangkaian bunyi bahasa. Bunyi bahasa itu dikaitkan dengan makna. Setelah banyak mendengarkan ia mulai meniru ucapan-ucapan yang pernah didengarnya dan kemudian mencoba menerapkannya dalam pembicaraan. Proses mendengarkan, mengartikan makna, dan mempraktikkan bunyi bahasa itu dilakukannya berulang-ulang sampai akhirnya yang bersangkutan lancer berbicara.
Melalui proses mendengarkan, orang dapat menguasai pengucapan fonem, kosakata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata, dan kalimat ini sangat membantu yang bersangkutan dalam kegiatan berbicara, membaca, dan menulis. Petunjuk-petunjuk dalam belajar berbicara, membaca, atau menulis selalu disampaikan melalui bahasa lisan. Ini berarti bahwa keterampilan mendengarkan memang benar-benar menunjang keterampilan berbicara, membaca, dan menulis.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran mendengarkan siswa diharapkan mampu: mendengarkan dongeng, wacana lisan tentang deskripsi benda, teks pendek, puisi anak lisan, pesan pendek, cerita anak, cerita teks drama, petunjuk denah, pengumuman, pembacaan pantun, narasumber, cerita rakyat, cerpen anak, dan berita (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru bahasa Indonesia di SD harus berupaya agar pengajaran mendengarkan disenangi oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru benar-benar menguasai materi dan cara atau metode pengajaran mendengarkan. Khusus dalam metode pengajaran mendengarkan tersebut guru harus mengenal, memahami, menghayati, serta dapat mempraktikkan berbagai cara pengajaran mendengarkan. Metode pengajaran mendengarkan yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Audiolingual;
b. Metode Komunikatif;
c. Metode Integratif.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran mendengarkan yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Mendengarkan Cerita
Tujuan: Siswa dapat memaknai dengan cermat, cepat, dan tepat tentang cerita yang didengarnya. Siswa mendengarkan cerita yang diputar atau dilisankan.
Alat yang digunakan: Kaset cerita dan tape recorder. (Kegiatan teknik pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara persorangan maupun kelompok)
Cara pelaksanaan: (1) guru memberikan pengantar singkat tentang pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (2) putarkanlah kaset cerita yang cocok dengan siswa, (3) siswa mendengarkan cerita yang diputar tersebut, (4) siswa secara berkelompok mengidentifikasikan cerita berdasarkan tempat, pelaku (siapa dengan siapa), waktu, tentang apa, mengapa, bagaimana, dan bermakna apa, (5) siswa mendiskusikan hasil identifikasi ke dalam kelompok, (6) siswa melaporkan hasil diskusi tersebut di depan kelas dan kelompok lain memberikan penilaian, (7) siswa menyimpulkan dan merefleksi pembelajaran yang mereka lakukan pada hari itu.
b) Mendengarkan Berantai
Tujuan: Siswa dapat memahami informasi yang dibisikkan oleh temannya dengan cermat, cepat, dan tepat. Siswa mendengarkan informasi yang disampaikan teman kemudian menyampaikan informasi yang didengar ke teman sebelahnya secara berantai dalam kelompok.
Alat yang digunakan: Catatan informasi singkat, panjang, dan tidak beraturan (ada tiga catatan informasi yang direkayasa). (Kegiatan teknik pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara kelompok)
Cara pelaksanaan: (1) guru memberikan pengantar singkat tentang pelaksanaan teknik pembelajaran hari itu, (2) siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan anggota per kelompok sama jumlahnya, (3) siswa dalam kelompok diatur dengan berjajar ke samping atau ke belakang, (4) setelah posisi siswa sesuai dengan yang diharapkan, guru memanggil siswa yang paling depan atau paling kanan/kiri untuk membaca catatan informasi yang ditunjukkan guru secara rahasia, (5) siswa yang menerima informasi tersebut secara cepat membisikkan informasi ke teman belakangnya atau sampingnya (berdasarkan posisi kelompok), (6) secara berantai siswa membisikkan ke teman berikutnya secara bergantian, (7) siswa yang paling belakang mengucapkan dengan keras informasi yang diterimanya dari teman depannya, (8) siswa depan mencocokkan dengan informasi yang asli (9) berikutnya, guru dapat mengulang dengan informasi yang berjenis-jenis (beberapa informasi) ke dalam satu kelompok secara bertahap, (10) siswa menyimpulkan tentang kegiatan yang baru mereka laksanakan dan merefleksi pembelajaran yang mereka lakukan pada hari itu.
2. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Berbicara di SD

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Dialog dalam lingkungan keluarga antara anak dan orang tua, antara ayah dan ibu antara anak-anak, menuntut keterampilan berbicara. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi percakapan, diskusi, di antara teman dengan teman, tetangga dengan tetangga, kawan sepermainan, rekan sekerja, teman satu sekolah, dan sebagainya. Dari semua situasi di atas dituntut keterampilan berbicara setiap individu yang ikut berpartisipasi. Sebagai anggota masyarakat setiap individu dituntut terampil berkomunikasi. Terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan pikiran. Juga individu itu terampil pula menangkap informasi yang diterimanya. Kesimpulannya setiap individu harus terampil menyampaikan informasi dan terampil pula menerima informasi.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran berbicara siswa diharapkan mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dengan: perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, deklamasi, gambar, percakapan sederhana, dongeng, kegiatan bertanya, bercerita, mendeskripsikan benda, memberikan tanggapan/saran, bertelepon, mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah, petunjuk penggunaan suatu alat, berbalas pantun, menceritakan hasil pengamatan, berwawancara, diskusi, bermain drama, berpidato, melaporkan isi buku, dan baca puisi (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Pengajaran berbicara di SD harus dilaksanakan sebaik-baiknya melalui materi pokok yang ada. Karena itu guru bahasa Indonesia di SD harus mengenal, mengetahui, menghayati dan dapat menerapkan berbagai metode, teknik atau cara mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran berbicara menarik, merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat belajar berbicara bagi siswa. Metode pengajaran berbicara yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Audiolingual;
b. Metode Produktif;
c. Metode Langsung;
d. Metode Komunikatif;
e. Metode Integratif;
f. Metode Partisipatori.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Bermain Peran
Tujuan: Siswa dapat memerankan tokoh tertentu dengan ucapan yang tepat. Siswa menirukan gaya tokoh yang diidentifikasikan dengan ucapan yang mirip atau sama.
Alat yang diperlukan: Lembar folio kosong. (Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan hari itu, (2) siswa membagi diri ke dalam kelompok, (3) siswa mengidentifikasikan tokoh yang akan diperankan, (4) siswa memerankan tokoh di depan kelompok lain, (5) kelompok lain memberi komentar tentang peran dari anggota kelompok lain, (6) guru merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
b) Cerita Berangkai
Tujuan: Siswa dapat melanjutkan cerita yang disampaikan temannya dengan tepat dan dalam lingkup topik yang sama. Satu kelompok (5 orang) berdiri di depan kelas kemudian bercerita tentang topik tertentu yang diawali dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri.
Alat yang diperlukan: Buku catatan (Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan hari itu, (2) siswa membagi kelompok, (3) kelompok menentukan topik yang akan dibawakan di depan kelas, (4) siswa bercerita secara berangkai di depan kelas, (5) kelompok lain memberi komentar tentang cerita berangkai temannya, (6) guru merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
c) Menerangkan Obat/Makanan/Minuman/Benda Lainnya
Tujuan: Siswa dapat menjelaskan sesuatu secara runtut dan benar. Siswa menerangkan sebuah benda yang sudah mereka kenal. Dalam waktu singkat mereka menerangkan mengenai karakter benda tersebut. Benda dapat berupa minuman, obat-obatan, makanan, tas, sepatu, dan lain-lain.
Alat yang diperlukan: Botol obat, botol minuman, makanan instant, tas, bolpoint, dan lain-lain. (Kegiatan dilakukan secara kelompok).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan hari itu, (2) siswa mengambil benda yang mereka kenal, (3) dalam waktu dua menit, secara bergantian siswa menerangkan karakteristik benda yang mereka bawa ke dalam kelompok, (4) siswa lain memberi komentar tentang penjelasan temannya, (50 siswa merefleksikan proses pembelajaran yang mereka alami, (6) guru merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
3. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Membaca di SD
Pengembangan keterampilan membaca pertama-tama dibebankan kepada guru bahasa Indonesia SD. Melalui pengajaran bahasa Indonesia, guru harus  mengarahkan siswanya agar dapat:
a. membaca atau melek huruf
b. memahami pengertian dan peranan membaca
c. memahami teori dasar membaca
d. memiliki minat baca
e. memiliki keterampilan membaca
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran membaca siswa diharapkan mampu: memahami teks dengan membaca nyaring, membaca lancar, membaca puisi anak, membaca dalam hati, membaca intensif, membaca dongeng, memahami teks dengan membaca intensif (150-200 kata), membaca puisi, memahami teks agak panjang (150-200 kata), petunjuk pemakaian, makna kata dalam kamus/ensiklopedi, membaca pantun, membaca teks percakapan, membaca cepat 75 kata/menit, membaca sekilas, membaca memindai, membaca cerita anak, dan membaca teks drama (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran membaca disukai oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal, memahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran membaca. Metode pengajaran membaca yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Membaca
b. Metode Komunikatif
c. Metode Integratif
d. Metode Tematik
e. Metode Kuantum
f. Metode Partisipatori
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran membaca yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Mengubah Bacaan ke dalam Gambar
Tujuan: Siswa dapat memaknai bacaan dengan cara membuat gambar menurut persepsinya. Siswa membaca sebuah bacaan. Kemudian, siswa membuat gambar yang dapat menampung isi bacaan.
Alat yang digunakan: Teks bacaan dan alat tulis menulis. (Kegiatan tersebut dapat dilakukan perseorangan maupun kelompok).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan pengantar mengenai teknik pembelajaran mengubah bacaan ke dalam gambar, (2) guru membagikan teks bacaan kepada masing-masing siswa, (3) siswa mulai membaca, setelah itu langsung menuangkan ke dalam gambar, (4) siswa memberikan makna gambar tersebut, (5) siswa mempresentasikan hasil pemaknaan yang mereka buat, (6) siswa lain mengomentari presentasi temannya, (7) guru memberikan refleksi hasil pembelajaran hari itu.
b) Membaca Bergantian
Tujuan: Tujuan teknik pembelajaran membaca bergantian adalah agar siswa dapat membaca bersuara sesuai dengan intonasi dan lafal dengan tepat. Siswa dengan bersuara membaca tiap paragraf secara bergantian dengan pasangannya.
Alat yang diperlukan: Teks bacaan. (Kegiatan ini dilakukan secara berpasangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan penjelasan singkat tentang pembelajaran hari itu, (2) guru mengajak siswa untuk berpasangan, (3) siswa membuka buku bacaan dan membaca pada bab yang sudah ditentukan dengan bersuara, (4) siswa (pasangannya) menyimak dan memberikan penilaian kepada pasangannya yang sedang membaca, (5) siswa saling berdiskusi mengenai kekurangan masing-masing baik intonasi dan lafal dalam membaca, (6) siswa mengomentari hasil pembelajaran tersebut, (7) guru merefleksikan kegiatan hari itu.
c) Membaca Memindai
Tujuan: Siswa dapat menemukan secara cepat kata, nomor, lambang, dan apa saja yang dibutuhkan dari daftar panjang, pengumuman, iklan, daftar telepon, dan nomor acak. Siswa dalam melakukan kegiatan membaca disuruh menemukan nomor, gambar, atau kata yang dianggap penting.
Alat yang digunakan: Daftar kata, nomor, gambar, atau simbol. (Kegiatan dilakukan secara perorangan).
Cara menerapkan: (1) guru memberikan sedikit pengantar tentang teknik membaca memindai, (2) guru memberikan daftar kata, nomor, atau simbol (pilih salah satu), (3) siswa mengidentifikasi daftar sambil memberi tanda garis bawah pada yang dianggap penting berdasarkan pertanyaan yang diberikan, misalnya cari nomor telepon 4266532, (4) siswa melaporkan hasilnya di depan kelas, (5) siswa lain mengomentari hasil presentasi temannya, (6) guru merefleksikan hasil pembelajaran hari itu.
d) Membaca Ekstensif
Tujuan: Siswa dapat mengintegrasikan isi bacaan dari berbagai bacaan dalam topik yang sama. Siswa menjelaskan inti bacaan menurut persepsinya masingmasing setelah membaca topik yang sama dari berbagai bacaan (koran, majalah, buku teks, dan buku pengetahuan tentang topik yang sama).
Alat yang digunakan: Berbagai macam bacaan yang berbeda-beda dalam topic yang sama.
Cara menerapkannya: (1) guru memberikan penjelasan mengenai teknik pembelajaran membaca ekstensif, (2) guru memberikan masing-masing siswa bacaan dengan topik yang sama, antara siswa yang satu dengan yang lain tetapi berbeda sumber (ada yang dari koran, majalah, dsb), (3) dalam waktu tertentu bacaan secara bergilir saling dipertukarkan, (4) siswa memberikan penjelasan inti dari masing-masing bacaan yang mereka baca, (5) siswa lain memberikan tanggapan mengenai penjelasan temannya, (6) guru memberikan refleksi kegiatan hari itu.

4. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Menulis di SD
Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegiatan menulis paling kecil bila dibandingkan dengan kegiatan menyimak, berbicara, atau membaca. Urutan anak-anak yang belajar berbahasa selalu mulai menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam literatur pengajaran bahasa pun urutan keempat keterampilan selalu ditulis menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Walaupun posisi menulis selalu di belakang tidak berarti peranan menulis juga di belakang atau kecil. Berbagai aktivitas orang terpelajar menunjukkan bahwa peranan menulis cukup penting dalam kehidupan manusia modern.  Di sekolah pihak yang paling berkompeten menumbuhkan keterampilan menulis itu adalah guru bahasa Indonesia. Mereka harus melatih anak didiknya agar terampil menulis. Lebih-lebih guru bahasa Indonesia di SD harus dapat menumbuhkan keterampilan menulis ini pada setiap siswa.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran menulis siswa diharapkan mampu: menulis permulaan dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi. Menyalin huruf tegak bersambung melalui kegiatan dikte. Menyalin melalui kegiatan melengkapi cerita dan dikte. Mendeskripsikan benda di sekitar dan menyalin puisi anak. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk paragraf dan puisi dalam karangan sederhana dan puisi. Menulis dalam bentuk percakapan, petunjuk, cerita, dan surat. Menulis pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis bentuk ringkasan, laporan, dan puisi bebas informasi secara tertulis dalam bentuk formulir, ringkasan, dialog, dan parafrase naskah pidato dan surat resmi (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran menulis disukai oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal, memahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran menulis. Metode pengajaran menulis yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
a. Metode Produktif
b. Metode Komunikatif
c. Metode Integratif
d. Metode Tematik
e. Metode Kuantum
f. Metode Partisipatori
g. Metode Konstruktif.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat diterapkan di SD, antara lain:
a) Menulis dari Gambar
Teknik pembelajaran menulis dari gambar bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan gambar yang dilihat. Misalnya, guru menunjukkan gambar kebakaran yang melanda sebuah desa. Dari gambar tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan gambar. Alat yang dibutuhkan adalah gambar-gambar yang bervariasi sesuai dengan tema pembelajaran, yang berukuran sama dengan kalender besar. Teknik ini dapat dijalankan secara persorangan maupun secara kelompok.
Cara menerapkan: (1) guru menyampaikan pengantar, (2) guru menempelkan beberapa gambar di depan kelas, (3) setelah siswa melihat gambar tersebut, siswa mulai mengidentifikasi gambar dan dari identifikasi itu siswa membuat tulisan secara runtut dan logis, (4) guru bertanya kepada siswa tentang alas an tulisan yang dibuatnya, dan (5) guru merefleksikan pembelajaran tersebut. Upayakan gambar yang disajikan sesuai dengan tema pembelajaran yang dipelajari pada minggu itu. Guru dapat memilih gambar yang cocok dengan karakteristik kelas. Gambar yang telah digunakan siswa dapat ditarik kembali untuk bahan pembelajaran berikutnya.
b) Menulis Objek Langsung
Tujuan: Agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan objek yang dilihat. Guru menunjukkan objek kepada siswa di depan kelas, misal boneka, vas bunga, mobil-mobilan, dan lain-lain. Dari objek tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarka objek yang dilihatnya. Alat yang dibutuhkan adalah objek-objek yang bervariasi sesuai dengan tema pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan secara perseorangan maupun secara berkelompok.
Cara menerapkan: (1) guru menyampaikan pengantar, (2) guru memajang beberapa objek di depan kelas, (3) setelah siswa melihat objek tersebut, siswa mulai mengidentifikasi objek, (4) siswa membuat tulisan secara runtut dan logis, (5) guru bertanya kepada siswa tentang alasan tulisan yang dibuatnya, dan (6) guru merefleksikan pembelajaran tersebut.
c) Pembandingan Objek Langsung
Teknik pembelajaran ini bertujuan agar siswa dapat menulis perbandingan berdasarkan objek yang dilihat. Misalnya, guru menunjukkan dua benda (objek) yang sama tetapi berbeda bentuk, warna, fungsi, dan lain-lain. Siswa menulis dengan cara membandingkan dua objek yang telah diidentifikaikannya. Dari objek tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan objek yang dilihat.
Alat yang dibutuhkan adalah benda-benda yang bervariasi sesuai denga tema pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan baik perorangan maupun kelompok.
Cara menerapkan: (1) Guru menyampaikan pengantar, (2) guru memajang dua benda (objek) yang sama namun lain warna, fungsi, bentuk, dan lain-lain di depan kelas, (3) setelah siswa melihat objek tersebut, siswa mulai mengidentifikasi objek, (4) siswa menulis perbandingan secara runtut dan logis, (5) guru bertanya kepada siswa tentang alasan tulisan yang dibuatnya. (6) guru merefleksikan pembelajaran tersebut.
d) Meneruskan Tulisan
Dari teknik pembelajaran meneruskan tulisan, diperoleh kemampuan siswa dalam melengkapi ide atau gagasan secara baik dalam sebuah tulisan melalui penambahan beberapa paragraf. Dalam proses melengkapi tersebut, siswa berada dalam kondisi senang, ceria, dan penuh dengan tantangan dalam komunitas belajar yang kompetitif.
Alat yang digunakan adalah lembaran fotokopi tulisan yang belum selesai gagasannya, (tulisan tersebut semestinya 10 paragraf tetapi yang 3 paragraf terakhir dibuang) kemudian siswa menambahkan paragraf sesuai dengan idenya. Fotokopi sesuai dengan jumlah siswa. Pelaksanaan teknik ini dapat berupa persorangan atau kelompok.
Biasakan sebelum memulai, siswa dikondisikan melalui kegiatan persepsi lewat berbagai cara, misalnya nyanyian, puisi, permainan, dan gerakan. Dalam pelaksanaan teknik ini (1) guru memberikan persepsi atau pengantar, (2) bagi kelompok (kalau penerapannya dalam kelompok), (3) guru memberikan rambu-rambu pelaksanaan, (4) guru memberikan lembar fotokopi kepada siswa, (5) setelah diberi waktu dan aba-aba, siswa mengerjakan tugas berupa meneruskan tulisan yang belum selesai dengan idenya sendiri, (6) setelah waktu yang diberikan habis, siswa melaporkan hasilnya di depan kelas, (7) guru bertanya kepada siswa alasan tulisan tersebut, dan (8) guru merefleksikan hasil kegiatan tersebut.
B. Penerapan Metode dalam Menyusun Rancangan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, dinyatakan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP terdiri dari: Identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran (pendahuluan, inti, penutup), penutup, dan penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.






Contoh
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : V
Semester : 1
Waktu : 2 x 35 menit (1 x Pertemuan)
Topik : Cerita Rakyat Tanah Gayo

A. Standar Kompetensi
Memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat secara lisan

B. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi unsur cerita tentang cerita rakyat yang didengarnya.

C. Indikator
Setelah mempelajari topik ini siswa diharapkan dapat:
1. Menentukan tema cerita Putri Pukes.
2. Menentukan amanat cerita Putri Pukes.
3. Menyebutkan tokoh-tokoh cerita dalam cerita rakyat Putri Pukes.
4. Menyebutkan setting cerita (setting tempat dan setting waktu) dalam cerita Putri Pukes.
5. Menuliskan kembali isi cerita Putri Pukes dengan kata-kata sendiri.
D. Pendekatan/Metode Pembelajaran:
Pendekatan : Kontekstual
Metode : Audiolingual, Integratif, dan Diskusi

E. Materi Pembelajaran
1) Ringkasan Cerita Putri Pukes
Tersebutlah di Tanah Gayo seorang putri yang bernama Pukes. Putri ini lazim disapa Putri Pukes. Putri Pukes sejak kecil hidup bahagia bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah adat gayo. Ketika menginjak usia dewasa, Putri Pukes telah menjadi gadis yang cantik jelita, bertabiat santun, dan penuh pengabdian kepada kedua orang tuanya. Sebuah keluarga di kampong tetangga mendengar berita tentang Putri Pukes dan dia berniat melamar Putri Pukes untuk menjadi menantunya. Putri Pukes akan dikawinkannya dengan putranya Banta Keumari. Datanglah utusan ke rumah orang tua Putri Pukes untuk melamar sang gadis. Singkat cerita, lamaran diterima dan waktu acara pernikahan pun sudah ditetapkan.
Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Pesta meriah ala Tanah Gayo pun berlangsung. Tetamu datang dari berbagai penjuru desa. Tidak lupa pula ditampilkan Tari Guel, Tari Reusam Beurume, dan Tari Putroe Bungsu. Semua tamu merasa terhibur. Acara pesta berlangsung tiga hari tiga malam. Esoknya adalah hari yang bersejarah bagi Putri Pukes. Ia harus rela berpisah dengan kedua orang tuanya, sanak saudaranya, handai tolan, dan rumahnya tercinta tempat ia mengukir kasih mesra bersama ayah bunda dan adikadiknya.
Ia harus rela pula berpisah dengan tepian air tempat ia bermandi sejak kecil hingga ia dewasa. Semua itu harus ia tinggalkan. Putri Pukes akan mengiringi suaminya hidup bersama mertua di kampung suaminya. Sulit ia bayangkan kapan ia akan dapat kembali lagi ke kampung halamannya tercinta. Memang adat negerinya sudah demikian adanya.
Ketika akan berangkat meninggalkan rumahnya, ibundanya berpesan, “Wahai anakku Putri Pukes. Kini engkau telah dewasa, engkau telah bersuami. Kami telah mendidikmu dengan segenap kemampuan yang ada. Kini tempuhlah hidupmu dan jadilah dirimu sendiri. Kemesraan yang pernah ada antara kita kini akan berganti dengan kemesraan dalam bentuk yang lain. Dengarlah kata-kata suamimu dan berbaktilah padanya sebagaimana layaknya seorang istri.
Janganlah engkau pernah bermasam muka pada suamimu. Semoga engkau menemukan kebahagiaan dalam hidupmu anakku! Satu lagi pesanku, “Setelah meninggalkan rumah ini jangan sekalipun engkau menoleh ke belakang. Teruslah berjalan ke kampong suamimu.
Di tengah perjalanan batas antara kampungnya dan kampung suaminya, kerinduan Putri Pukes tak terbendung lagi. Tanpa sadar ia menoleh ke belakang. Tampak olehnya sayup-sayup atap rumahnya dan tampak pula sepintas pohon Alpukat bergoyang bersama angin. Namun, tanpa diduga tiba-tiba langit kelam, hujan turun disertai petir yang menggelegar. Putri Pukes dan suaminya terkesima. Setelah cuaca bersahabat kembali, Putri Pukes dan suaminya telah menjadi batu dan hingga kini batu tersebut dapat dijumpai di daerah perbatasan Kota Takengon menuju Bintang.
(Penulis: Teuku Alamsyah)
2) Kaidah Penggunaan Tanda Baca (tanda titik, tanda koma, tanda titik dua)
Tanda baca berupa tanda titik, tanda koma harus digunakan sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan dalam kaidah EYD.
Contoh:
• Cerita itu sangat menarik.
• Kita harus patuh, sayang, dan berbakti kepada kedua orang tua.
3) Struktur kalimat bahasa Indonesia
Contoh:
• Putri Pukes menceritakan tentang keadaan kampung halamannya.
Kalimat tersebut tergolong sebagai kalimat yang salah strukturnya. Kalimat
tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut.
• Putri Pukes bercerita tentang keadaan kampung halamannya.
• Putri Pukes menceritakan keadaan kampung halamannya.

F. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal Memperkenalkan gambaran umum pembelajaran: Mendata Cerita Rakyat di NAD Membentuk kelompok:
•  Setiap siswa diminta memilih salah satu potongan karton manila dengan warna yang disenanginya. Potongan-potongan kertas manila diisi dalam sebuah kotak dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah siswa.
•   Potongan karton manila yang telah dipilih tidak boleh diperlihatkan kepada teman sekelas.
•   Setelah semua siswa mendapat potongan-potongan karton manila, mereka diminta mencari teman yang memilih potongan karton manila dengan warna yang sama.
•   Setiap siswa diminta duduk sekelompok dengan teman yang memilih potongan karton manila dengan warna yang sama.
15 menit
2. Kegiatan Inti • Mendengarkan cerita Putri Pukes yang diceritakan oleh guru atau diperdengarkan melalui tape recorder. • Cerita diperdengarkan sebanyak dua kali
• Setiap siswa dalam kelompok mengidentifikasi tema, amanat, tokoh dan penokohan, serta setting cerita
• Setiap kelompok berdiskusi dan membuat simpulan hasil diskusi
• Setiap kelompok selama 7 menit diminta mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
• Kelompok lain diminta mengomentari
• Setiap kelompok membuat simpulan hasil diskusi.
• Membubarkan kelompok dan memberikan applus untuk kegiatan pembelajaran hari itu
• Setiap siswa menuliskan kembali isi cerita dengan memperhatikan kaidahkaidah bahasa.
45 Menit
3. Kegiatan  Akhir/ Penutup • Memberikan penguatan • Membuat simpulan
• Menentukan batas-batas tugas untuk pertemuan berikutnya.
• Membuat refleksi/menulis jurnal tentang proses pembelajaran
15 Menit








































RANGKUMAN

Ada perbedaan yang mendasar antara pengertian pendekatan, metode, teknik, dan strategi. Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Strategi pembelajaran dapatdiartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Jenis-jenis pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia: pendekatan Whole Language, kontekstual, komunikatif, dan integratif. Jenis-jenis metode pembelajaran bahasa Indonesia: metode audiolingual, komunikatif, produktif, langsung, partisipatori, membaca, tematik, kuantum, diskusi, dan kerja kelompok kecil (small-group work). Jenis-jenis strategi pembelajaran: langsung (direct instruction), cooperative learning, problem solving, mengulang, elaborasi, dan organisasi.

bloggercintaperbatasan.blogspot.comSumber:http://stkip.wordpress.com/2010/02/16/352/

Post AD

home ads